Jumat, 15 Juni 2012

NU Dalam Lingkaran Liberal dan Tradisional



NU merupakan sebuah organisasi masyarakat terbesar di seluruh Nusantara. Namun dalam perjalanan sebuah ormas NU tidak jarang menghadapi berbagai Lika-liku peliknya sebuah tantangan zaman. Sehingga memaksa NU berijtihad dalam mengambil sebuah gambaran, untuk memutuskan tentang sebuah permasalahan yang terjadi dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.

Salah satu contoh kecil yang masih hangat di telinga masyarakat luas, tentang masalah Lady Gaga yang datang ke-Indonesia, sebagian petinggi NU menilai kedatangan Lady Gaga tidak bermasalah bagi masyarakat NU, tetapi sebagian lagi petinggi NU mengatakan. Bahwa Lady Gaga harus di tolak. Karena tidak sesuai dengan Nilai-nilai luhur masyarakat Nusantara.

Kalangan petinggi NU sebagian berasal dari petinggi Islam liberal. Sehingga nampak wajar NU mulai digiring dalam pola pikir yang cenderung mengadopsi paradigma bangsa barat, tetapi tidak jarang pula para Kyai NU masih berpikir ala kearifan lokal dengan mengedepankan kemaslahatan secara menyeluruh, dan tentu lebih cenderung menggunakan pola pikir tradisional sebagai pijakan dalam melawan segala bentuk westernisasi.

Kalangan liberal masuk dalam wilayah agama dengan mengangkat istilah kebebasan berpikir dan berlindung di balik humanisme, padahal humanisme yang di gagas Islam liberal cenderung mengarah pada pola pikir westernisasi. Inilah sebuah realita yang harus di waspadai masyarakat NU, agar tidak gampang terlena dengan istilah humanisme, tetapi sejatinya cenderung mengarah pada pola pikir dengan bentuk bangunan westernisasi.

NU dalam lingkaran liberal dan tradisional merupakan sebuah pertarungan yang unik, mengapa tidak? Sebab NU mempunyai puluhan juta penganut dalam kehidupan masyarakat. Sehingga sangat wajar NU menjadi ujung tombak sebuah peradaban dalam menumbuh kembangkan atas kemajuan Islam di Nusantara.

Keberadaan NU menjadi jalan licin Islam liberal dengan berusaha memasukkan gagasan pola pikir liberalisme, agar masyarakat NU dapat menerima gagasan bangsa barat dalam menerjemahkan tentang berbagai persoalan, padahal tak jarang gagasan bangsa barat berbenturan dengan Nilai-nilai kearifan lokal.

Islam liberal sangat menginginkan memasuki dalam wilayah NU, agar pola pikir Islam liberal dapat sesegera mungkin di terima di kalangan NU secara universal. Sehingga gagasan westernisasi dengan berkedok humanisme dan pluralisme dapat dengan cepat menyebar dalam tubuh masyarakat NU.

Keberadaan paradigma Islam tradisional masih sangat kental dalam tubuh masyarakat NU. Sehingga Islam tradisional akan menjadi penghalang gagasan Islam liberal dalam mengembangkan paradigma di tubuh masyarakat NU, walaupun tidak menutup kemungkinan NU akan terpecah dalam wadah Islam liberal dan Islam tradisional.

Memang bangsa barat begitu pandai dalam bermain politis di tingkat sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Sehingga NU sangat dilirik dalam upaya bangsa barat, untuk melakukan ekspansi dengan bentuk westernisasi sebagai jalan memasukkan gagasan bangsa barat dengan istilah humanisme dan pluralisme.

NU merupakan ormas terbesar di Nusantara telah menjadi incaran bangsa barat, untuk memasukkan sebuah gagasan tentang liberal yang sangat jauh dari Nilai-nilai kearifan lokal. Sebab kalau dalam teori politis, apabila petinggi NU sudah di kuasi dengan paradigma liberal, tentu westernisasi sangat mudah masuk dalam wilayah masyarakat yang lebih luas lagi.

Keberadaan Islam liberal di Indonesia dengan berbagai paradigma dengan berkedok pluralisme, humanisme dan berbagai Isme-isme lain, tentu mempunyai sebuah tujuan memasukkan sebuah gagasan tentang westernisasi dalam kehidupan masyarakat di Nusantara. Berangkat dari sinilah perlu ada sebuah kajian tentang perbedaan westernisasi dan humanisme, agar tidak terjadi serampangan dalam menerjemahkan tentang kedua istilah tersebut.

Kondisi NU sekarang telah menjadi sebuah jalan alternatif dari gagasan Islam liberal dalam memasukkan sebuah gagasan tentang westernisasi, untuk menjadikan NU sebagai corong bangsa barat dalam melakukan ekspansi diberbagai bidang. Sehingga NU harus terus menambah kewaspadaan dalam menerjemahkan sebuah kondisi, agar tidak terjebak dengan istlah humanisme dan pluralisme ala barat. Sebab humanisme berlindung atas kemanusiaan, padahal humanisme yang di bangun bangsa barat mengarah pada westernisasi. Begitu juga pluralisme sangat berbeda jauh dengan keberagaman ala tepa selira yang di bangun masyarakat pribumi.

Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kami dalam membedakan kebenaran dan keburukan, agar kami tidak menjadi manusia yang sesat dalam mengarungi bahtera kehidupan, Amiin........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).......................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar