Rabu, 07 Juli 2010

REVOLUSI BUDAYA



by: Khoirul Taqwim

Sebelum lebih jauh berbicara tentang revolusi, terlebih dahulu memberikan gambaran menurut sztompka bahwa revolusi merupakan puncak dari perubahan sosial. Revolusi adalah sebuah proses pembentukan ulang masyarakat sehingga menyerupai proses kelahiran kembali. Perubahan yang terjadi melalui revolusi mempunyai cakupan yang luas dan menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat. Perubahan akibat revolusi bersifat radikal, fundamental dan menyentuh langsung pada inti dan fungsi dari struktur sosial. Proses perubahan tersebut hanya memerlukan waktu yang cepat, sesuatu yang bertolak belakang dengan konsep evolusi pada perubahan sosial.

Revolusi mempunyai dua wajah yang saling bertolak belakang. Wajah pertama menggambarkan revolusi sebagai sebuah mitos, sedangkan wajah kedua memberikan gambaran revolusi sebagai sebuah konsep dan bahkan teori dalam ilmu sosiologi. Kedua wajah ini mempunyai kesaling terkaitan bahkan dialektika diantara keduanya menjadi suatu bentuk kewajaran.

Mendengar dan memahami tentang Revolusi budaya membuat hati bergetar antara perubahan dan kekerasan, sebab tidak dipungkiri bahwa revolusi dengan anarkis selalu beda tipis dalam sejarah, Seperti yang terjadi di Republik Rakyat Cina antara tahun 1966 dan 1976. Revolusi ini digerakkan oleh Mao Zedong sebagai puncak perseteruannya dengan pejabat Presiden Liu Shaoqi dan klik-nya yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme dan kapitalisme. Revolusi ini ditandai dengan dibentuknya Pengawal Merah, sebuah unit paramiliter yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa-mahasiswa yang mendukung Mao dan ajaran-ajarannya.

Selanjutnya yang terjadi dari revolusi cina adalah kehilangan kontrol atas kekisruhan yang disebabkan oleh Revolusi Kebudayaan itu. Para birokrat di daerah-daerah yang merasa terancam membalas dengan mengerahkan "Garda-Garda Merah" sendiri, sampai kelompok-kelompok pelajar saling berhantaman dimana-mana, dan kelas penguasa semakin khawatir bahwa sebuah perang sipil bisa meletus. Lebih parah lagi, kelas buruh mulai bergerak secara indepen dengan sebuah gelombang aksi mogok.

Kaum penguasa meresponnya dengan represi kejam. Pemuda-pemudi dibuang ke daerah-daerah terpencil dalam jumlah besar untuk menghancurkan Garda Merah. Ratusan ribu rakyat dibantai di propinsi Guangxi dan beberapa tempat lainnya. Represi itu terjadi atas perintah Mao sendiri, tetapi tahap terakhir Revolusi Kebudayaan ini juga merupakan kekalahan besar buat Mao dan para Maois.

Setelah Mao meninggal, para pendukungnya ditangkap dan dihukum. Dan kebijakan ekonomi pemerintah makin lama makin membuka jalan untuk mekanisme pasar, sehingga Cina mulai menempuh "jalan kapitalis" yang selalu dikhawatirkan Mao. Sekali lagi ekonomi pulih kembali; tetapi sekali lagi jurang pemisah antara si miskin dan si kaya menjadi semakin besar. Unsur-unsur sosial yang sama tetap menjadi kelas penguasa, terutama para pejabat partai, negara dan industri. Kelas buruh dan kelas petani terus menjadi kelas tertindas. Sebenarnya, kebijakan pro-pasar ini tidak berarti sebuah peralihan ke kapitalisme. Kapitalisme sudah ada di Cina dari dulu, dalam bentuk kapitalisme negara.

Dalam sebuah gerakan revolusi ada yang memulai sebuah perlawanan, biasanya yang harus mengawali adalah mereka yang selama ini hidup di sentra, kantong, dan para pemegang kendali pemerintah, ditingkat jajaran struktural maupun fungsional, dari situlah gerakan revolusi akan terjadi secara nyata dan akan mendapat dukungan dari masyarakat secara luas, ketika revolusi itu benar-benar mengarah menuju rekonstruksi masyarakat di segala bidang.

Dengan adanya revolusi berarti menginginkan suatu perubahan dalam cakupan terluas, menyentuh semua tingkat dimensi masyarakat, seperti: ekonomi, budaya, politik, organisasi social, kehidupan sehari-hari masyarakat, dan perubahan kepribadian manusia, agar lebih baik dari keadaan sebelumnya

Minggu, 04 Juli 2010

TASAWUF


Oleh : Khoirul Taqwim

Islam mengajarkan bahwa esensi agama tidak hanya berwajah lahiriah, tetapi juga bernuansa rohani. Dalam kajian ushuluddin (pokok-pokok ajaran Islam), ilmu yang mempelajari aspek lahiriah disebut syariah atau fiqh. Sedangkan aspek ruhani disebut ilmu tasawuf atau spiritualitas Islam.

Ayatullah Murtadha Muthahhari, ulama dari Iran, menyebut ilmu yang berkaitan dengan spiritualitas ini dengan istilah irfan. Menurutnya, irfan ini merupakan ilmu Islam yang membahas dimensi ruhani (batin) Islam. Isi, ajaran, dan nilai-nilai yang dibahasnya tak jauh dengan ilmu tasawuf. Hanya istilahnya yang berbeda. Hal ini untuk menghindarkan dari tuduhan bahwa ilmu tasawuf berasal dari luar Islam.

Sedangkan hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah dan tawadhu.semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasarnya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Sabar, Tawakal, Zuhud, dan termasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Peri laku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi. Sehingga tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Tasawuf merupakan jalan hidup para sufi (suci) dalam meraih tujuannya yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian rohnya.

Istilah "tasawuf"(sufism), yang sangat populer dan digunakan selama berabad-abad, berasal dari tiga huruf Arab,sha, waudan fa. yang berarti berarti kesucian. Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal darishuffa, ini serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me- nunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba sepanjang tahun.

Jadi istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik terhadap pengetahuan batin, dan orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin

Sabtu, 03 Juli 2010

PERSPEKTIF JARINGAN ISLAM TRADISIONAL TERHADAP LIBERALISME

Oleh : Khoirul Taqwim

Liberalisme merupakan produk yang berasal dari barat yang berusaha menutup kebebasan masyarakat pribumi, agar di dalam suatu wilayah tersebut dapat membuka diri sesuai dengan kepentingan masyarakat barat, tindakan ini bahkan mengarah keranah wilayah agama dan wilayah-wilayah sosial yang lain .

Gerakan liberalisasi mengusik agama ketika mereka menuduh aliran yang tidak sesuai dengan kepentingannya di anggap sebagai penghambat kemajuan oleh para kaum liberalis yang sering menyebut masyarakat tersebut dengan bahasa heterodoksi, bahasa heterodoksi dari kata Yunani “orthodoxos”. “Orthos” artinya lurus atau lempang. “Doxa” artinya pendapat atau dogma, sehingga heterodoksi adalah pendapat atau dogma “lain” (hetero) yang dianggap menyimpang dari ajaran yang benar atau ajaran tersebut tidak lurus (menyesatkan). Lawan dari heterodoksi adalah ortodoksi dan secara istilah ortodoksi adalah ajaran atau dogma yang benar.

Sebelum membahas lebih jauh tentang liberalisme, lebih dahulu kita pahami tentang Liberalisme yang berkaitan dengan kata Libertas (bhs. latin) yang artinya kebebasan, dan Liberalisme mencakup banyak aliran yang berbeda artinya di bidang politik, ekonomi dan keagamaan, yang berpangkal tolak pada kebebasan orang-perorangan terhadap kekuasaan , sedangkan menurut Owen Chadwik Kata “Liberal” secara harfiah artinya bebas (free) dan terbuka, artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint).

Lahirnya Liberalisme merupakan bentuk pembuktian siapa yang kuat mereka yang berkuasa, tentunya ini menyalahi dari kodrat manusia yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Sampai sekarang komunitas Islam Liberal makin melebarkan sayapnya hingga ke perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Dampak hadirnya Islam Liberal kita bisa lihat lewat peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti penghinaan terhadap masyarakat yang berseberangan dengan pemikirannya dengan bahasa fundamentalis, konservatif , bahkan sering mengatakan tidak logis terhadap pemikiran yang tidak sejalan dengannya, tentu ini merupakan cermin kebebasan ala barat yang bertujuan pengaburan kebenaran.

Masyarakat tradisional yang masih mempercayai adanya kekuatan diluar manusia, dianggap ketinggalan zaman dan perlu dihakimi dengan simbol masyarakat yang tak waras atas konsep ilmiah, tentu ini menyalahi norma-norma dalam kehidupan masyarakat pribumi yang saat ini sebagian masyarakatnya masih ada yang mempercayai keberadaan mitologi. Penghakiman Liberalisme terhadap masyarakat tradisional merupakan bentuk penolakan terhadap ajaran masyarakat pribumi, Paham liberal selalu memakai kedok kebebasan, tetapi kebebasan yang diangkat Jaringan Islam Liberal cenderung mengarah westernisasi. Tujuan ini merupakan salah satu cara penjajahan tradisi yang berupaya memasukkan paham liberal dengan mengganti paham tradisional yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi.

Jaringan Islam Tradisional merupakan wadah yang lebih arif dalam menyikapi keberadaan masyarakat pribumi, kepercayaan apapun yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat merupakan multi kultur dalam berpikir maupun mempercayai apa yang diyakini dalam jiwa dan pikiran, sebab manusia mempunyai perbedaan dan keberagaman dalam menyikapi permasalahan dalam meletakkan fondasi dasar yang tepat untuk kehidupannya.

Liberalisme yang digaungkan masyarakat teologi adalah salah satu pemikiran agama yang menekankan penyelidikan agama yang berlandaskan norma diluar otoritas tradisi. Liberalisme adalah keinginan untuk dibebaskan dari paksaan kontrol dari luar dan secara konsekwen bersangkutan dengan motivasi dari dalam diri manusia. Jadi liberalisme mengingkari adanya norma-norma tradisi yang lebih menekankan tepa selira (tenggang rasa), tetapi dengan adanya kebebasan individu maupun kelompok tentu akan melahirkan penjajahan yang bersifat hukum rimba (siapa yang kuat dia yang menang), sehingga Liberalisme yang dibawa Jaringan Islam Liberal cenderung mengarah westernisasi yang seolah-olah memberikan angin surga, padahal mereka ingin menjinakkan masyarakat pribumi, agar ekspansi masyarakat barat lebih mudah masuk dalam wilayah masyarakat yang masih memegang tradisi pribumi.

Sumber daya alam merupakan salah satu tujuan, dengan memberikan pemahaman liberalisme sudah dapat di pastikan kekayan alam dan tradisi akan hilang ditelan dogma liberalisasi, penjajahan liberalisme saat ini terus mengarah kewilayah budaya, bahkan teologi yang seharusnya sacral secara tradisi pribumi, sekarang mulai dihilangkan lewat jalur pembenaran diri lewat akal, padahal manusia mempunyai hati dan pikiran, jadi tataran agama tidak sekedar pikiran belaka, tetapi hati juga masuk dalam ranah religi, untuk itu pembenaran diri yang bersifat logika akal, belum tentu dapat diterima dalam logika jiwa.

C.G Jung pernah bertemu dengan masyarakat Indian, saat ditanya tentang logika, dia mengatakan hati adalah logikanya, jadi ada masyarakat yang lebih mempercayai jiwa dibanding akal, inilah keberagaman dalam kehidupan masyarakat yang seharusnya menjadi kekayaan pemikiran, bukan malah melakukan pembenaran diri yang menuduh kelompok tertentu yang tidak sesuai dengan pemikirannya dianggap konservatif, fundamentalis, heteredoksi maupun simbol-simbol lain yang bersifat negative.

Kelompok liberal sering mengatakan terjadinya perselisihan agama dan kemundurannya selalu dituduhkan kepada kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Sebenarnya liberalisme merupakan paham kekuasaan yang mengarah ekspansi sosial, budaya, ekonomi, politik, agama maupun bidang-bidang lain yang dianggap mempunyai peran kekuasaan, dengan kedok-kedok seolah-olah pembebasan dari paham eksklusif (ketertutupan), padahal mereka sendiri yang terjebak dalam watak inheren dalam ortodoksi yang mengarah kepada “closure” dan “enclosure“, alias ketertutupan dan sekaligus juga penutupan diri, sebab mereka tidak mengakui adanya kebhinekaan (keberagaman) diluar dirinya, dan Kelompok-kelompok yang berpandangan di luar kerangka pemikiran liberalnya, mereka menganggap orang-orang demikian adalah heterodoks yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka sendiri .

Liberalisme beranggapan mempunyai andil memperbaiki beberapa kekeliruan Konservativisme ekstrim, ia tidak memberi jalan keluar yang lebih baik, malah nafas kebebasan itu berangsur-angsur membawa manusia kepada peninggian diri dan akhirnya makin menafikan tradisi pribumi dalam bentuk Liberalisme yang makin ekstrim. Yang menjadi persoalan liberalisme ekstrim yang sudah mengarah keranah ekspansi dalam segala bidang, sehingga sudah dapat dipastikan penjajahan ala liberalisme lebih membahayakan dalam kehidupan bermasyarakat, sebab westernisasi dalam fakta sejarah Indonesia telah merenggut jutaan masyarakat pribumi dipaksa menghilangkan nafas (dibunuh), kurang lebih 350 tahun bangsa pribumi dijajah bangsa barat (belanda dan sekutunya).

Bila para kaum liberalis secara gamblang tampak ingin menghancurkan pilar-pilar kemanusiaan dalam peradaban pribumi, justru di sini para kaum tradisionlis ingin menyelamatkan agama, karena terbukti liberal bukanlah penawar yang tepat bagi kekerasan dalam beragama. dan Kaum tradisionalis juga yang lebih tepat sebagai altenatif penawar terhadap pandangan kaum khilafah yang mengarah kegerakan ekstrimisme agama yang ingin memasukkan budaya timur tengah dengan jalan kekerasan atau jalan apapun yang bertentangan dengan idiologi kebangsaan masyarakat pribumi

EKSISTENSI JIT (JARINGAN ISLAM TRADISIONAL)

Oleh: Khoirul Taqwim

Munculnya JIT merupakan terobosan yang sangat tepat dan perlu di dukung aleh semua pihak melihat fenomena masyarakat yang saat ini terombang-ambing kondisi yang tak menentu dengan adanya paradigma pemikiran yang tidak sesuai budaya setempat, peristiwa ini merupakan sesuatu yang ironis, sehingga masyarakat kedepannya jangan sampai terbawa larut-larut dengan adanya situasi yang sedemikian rupa.

Keberadaan jaringan islam tradisional merupakan terobosan yang cerdas dalam mengembalikan eksistensi budaya dengan ritual yang sakral pada tempatnya, sehingga tercipta kesinambungan yang saling melengkapi antara budaya dan agama.

Jaringan Islam tradisional merupakan salah satu jawaban terhadap jaringan islam liberal yang saat ini cenderung terjebak dalam rasional tanpa empirik, tentu ini membahayakan bagi generasi selanjutnya, sebab antara dataran realitas dan pemikiran harus saling melengkapi bukan malah terjadi adanya perbedaan dualisme yang tak sejalan.

Eksistensi JIT adalah suatu proses dalam mengembangkan Islam kekinian yang lebih arif tanpa mengahikimi budaya setempat, sejuk dan tenang dalam mengemban amanah masyarakat tanpa pemikiran yang jauh dari realitas seperti paradigma pemikiran yang di bangun oleh JIL, inilah suatu gebrakan dari JIT dalam membangun masyarakat damai dan berbudaya lokal tanpa menghilangkan unsur-unsur keskralan daerah setempat.

Peran jaringan Islam tradisional di harapkan mampu mengkoordinir keberadaan masyarakat Islam di daerah-daerah dalam melakukan suatu gebrakan yang cerdas dan jitu dalam menyikapi realitas yang ada, sehingga antara fakta dan teori dapat tercapai kesejajaran yang tertata rapi dan tepat sasaran, tidak terjadi adanya kerancuan fakta dan teori, inilah saatnya membangun JIT dalam mengemban tugas dan menjalankan amanah religi dan budaya lokal yang lebih arif dan manusiawi.

JARINGAN ISLAM TRADISIONAL DALAM MEMBANGUN MASYARAKAT PRIBUMI

Oleh: Khoirul Taqwim

Keberadaan masyarakat pribumi merupakan realita yang tak dapat di ingkari, baik dalam pola piker maupun dalam mengambil tindakan, Sehingga Jaringan Islam Tradisional merupakan wajah pribumi yang berada di nusantara, untuk memajukan taraf kehidupan masyarakat, tanpa menghilangkan nilai-nilai yang di agungkan dalam kehidupan masyarakat, bukan malah menghakimi dan menyudutkan keberadaan masyarakat pribumi, apabila terdapat suatu pemikiran yang tidak sesuai dengan budaya barat maupun budaya lain.

Ketika masyarakat pribumi mulai mengalami interaksi dengan bangsa lain, tidak serta merta masyarakat pribumi menerima ide-ide mereka, tetapi perlu di saring, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, agar tidak mengalami regresi nilai-nilai luhur masyarakat pribumi atau tidak tertipu dengan gagasan mereka yang seolah-olah membantu masyarakat setempat, padahal tipu daya sedang beraksi dengan tujuan pengambilan kekayaan yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi.

Struktur masyarakat pribumi ditandai oleh dua ciri-ciri yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat pribumi ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah. Perbedaan-perbedaan itu sering kali disebut sebagai ciri masyarakat prbumi yang bersifat majemuk, Sehingga masyarakat pribumi yang berada di kawasan nusantara mengalami keberagaman yang disebabkan factor geografis maupun factor-faktor lainnya.

Dalam membangun jati diri pribumi dibutuhkan kebijakan yang arif, agar tepat sasaran dalam membangun masyarakat yang lebih beradab dan bangkit dari keterpurukan, maka kebijakan itu diantaranya adalah:

Pertama, Niat yang tulus dari sebuah tindakan yang berusaha keras menjaga dan memajukan keberadaan masyarakat pribumi.

Kedua, Berusaha dengan mewujudkan keadilan social di tengah-tengah keberagaman masyarakat pribumi.

Ketiga, Merencanakan strategi yang berpihak pada kepentingan masyarakat secara luas, bukan kepentingan segelintir masyarakat.

Keempat, Menyaring adanya ide-ide luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sebab ide destruktif tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kolonialisme apabila dibiarkan berkembang dan berbuat sewenang-wenang terhadap keberadaan masyarakat pribumi, untuk itu diperlukan analisa secara fakta bahwa pemikiran luar yang cenderung menghilangkan karakter masyarakat pribumi, tentu itu menyalahi konsep yang dibangun masyarakat pribumi dan menghilangkan eksistensi masyarakat secara luas, disitulah letak pengkaburan kebenaran dalam menyikapi keberadaan masyarakat tradisional yang saat ini cenderung jadi bahan obyek dan penghakiman.

Kelima, pengaruh liberalisasi sangat merugikan masyarakat, sebab yang ada system hukum rimba (siapa yang menang dia yang berkuasa) cenderung menyesatkan masyarakat pribumi dan menghilangkan nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) ditengah-tengah kehidupan masyarakat, dari tulisan diatas tentu liberalisasi menyalahi karakter masyarakat pribumi yang lebih arif dalam mengambil kebijakan.

PENDIDIKAN TRADISIONAL DALAM MENYIKAPI TUDUHAN LIBERALISME


Oleh: Khoirul Taqwim

Pendidikan tradisional sangat arif dalam menyikapi keberadaan masyarakat pribumi, sehingga tidak heran apabila pendidikan tradisional sangat tepat sebagai tolak ukur dalam kemajuan suatu bangsa, membahas tentang pendidikan tradisional sebenarnya merupakan pembahasan yang sangat rumit karena belum adanya limiting interpretation yang melingkari dasar-dasar penerjemahannya. Namun untuk menemukan peta pembahasan sekiranya perlu diangkat beberapa interpretasi tentang pendidikan tradisional, Tradisi dalam bahasa latin adalah:: traditio, “diteruskan” atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan secara terus menerus dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Eksistensi tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa adanya tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng dan tradisi dapat menciptakan hubungan antara individu dengan masyarakat secara harmonis.

Berangkat dari pengertian diatas tentang tradisi, maka timbullah konsep tradisi yang melahirkan istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat yang didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat, tetapi tidak selalu dengan cara statis, jadi dalam mengambil sikap juga secara progress (maju).

Jadi dari pengertian diatas dapat diambil tentang apa yang dimaksud pendidikan tradisional yaitu: Usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dalam dirinya dengan berpegang teguh pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang konstruktif dan bersifat progress (maju), agar pendidikan tidak hanya sebatas teoritis belaka, namun biar dapat mencapai manfaat dalam kehidupan lingkungan sosialnya, dengan menguasai sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya.

Tuduhan masyarakat barat terhadap pendidikan tradisional, cenderung menghakimi secara sepihak dengan menghilangkan nilai-nilai konstruktif pendidikan tradisional, sehingga banyak akademisi mengira bahwa pendidikan tradisional tidak dapat mencapai kemajuan, sehingga mereka berlomba-lomba mengadopsi pemikiran barat yang cenderung liberal dalam merumuskan pendidikan, apalagi faktanya masyarakat liberal cenderung secara tidak lengkap dalam memberikan stigma terhadap pendidikan tradisional, sehingga menimbulkan kerancuan dalam penilaian pendidikan tradisional, tuduhan tersebut diantaranya adalah:

Pertama, Pendidikan tradisional menciptakan penjara bagi anak didik dalam wilayah yang terbatas dan pendidikan tradisional menciptakan penjara energi pada kegiatan yang membatasi siswa dalam berpikir maupun bertindak.

Kedua, Pendidikan tradisional membentuk pembatasan interaksi social, sehingga dianggap destruktif dalam kehidupan masyarakat.

Ketiga, Pendidikan tradisional membatasi siswa dalam meraih pengalaman-pengalaman di dunia nyata dan menomorduakan inisiatif dan kreatifitas.

Tulisan diatas menunjukkan bahwa mereka sadar atau tidak sadar telah terjebak dalam lingkaran pendidikan modern destruktif yang digaungkan pemikir barat dan para kawan-kawanya yang mendukung adanya pendidikan liberal, agar pendidikan tradisional secepatnya dimusnahkan, sebab dianggap menghambat imperialisme budaya, tuduhan masyarakat liberal terhadap pendidikan tradisional cenderung sepihak, tanpa melihat apa yang ada dalam kearifan penididikan masyarakat tradisional, tuduhannya cenderung bersifat negative (ketidak lengkapan dalam penelitian) dan berwacana itu yang tidak benar. Ini strategi liberal yang sedang mengobok-obok pendidikan tradisional, agar para cendekiawan pribumi lebih berpihak pada bangsa barat, dibanding tradisi pribumi yang lebih arif, karena lagi-lagi kepentingan politik yang membuat sinthesis para liberal, untuk menjatuhkan keberadaan masyarakat tradisional.

Konsep ide tersebut yang terus menerus digaungkan oleh bangsa barat yang tidak suka melihat ide local yang di anggap menghambat kepentingan bangsa barat, sehingga selalu menganggap negative (penelitian yang tidak lengkap terhadap pendidikan tradisional) dalam melihat wajah pendidikan masyarakat tradisional, padahal kalau kita melihat secara fakta, bahwa pendidikan liberal yang dirasakan masyarakat tradisional cenderung jauh dari kearifan masyarakat dan bersifat kapitalis imperialis, sebab dalam faktanya pendidikan liberal cenderung membentuk karakter pendidikan sebagai berikut diantaranya yaitu:

Pertama, Pendidikan liberal cenderung menjajah masyarakat pribumi dalam wilayah tradisional, dan menghilangkan energi siswa. Bersentuhan dengan fakta yang ada.

Kedua, Pendidikan liberal menghilangkan nilai-nilai interaksi social siswa dengan lingkungannya, yang mengakibatkan para pelajar cenderung teralienasi dengan kehidupannya dan bersifat individualis dan egois dalam bersikap, sehingga menimbulkan system robot dalam pendidikan liberal yang digaungkan sebagai pendidikan pembebasan, padahal hanya tipu daya dengan tujuan membuang sampah yang tak digunakan dinegeri barat itu sendiri.

Ketiga, Pendidikkan liberal cenderung pencucian otak, dan pendidikannya jauh dari kenyataan social atau sebatas teori tanpa fakta yang jelas dan tidak tepat sasaran.

Keempat, Pendidikan liberal telah merenggut inisiatif dan kreatifitas masyarakat pribumi dalam melihat kenyataan yang ada, sehingga pelajar hanya melihat teori-teori belaka, tanpa terjun dan melihat apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya.

Dari uarian diatas dapat dipahami bahwa sikap pendidikan tradisional adalah bagian terpenting dalam sitem tranformasi nilai-nilai kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Kita harus menyadari bahwa warga masyarakat berfungsi sebagai menjaga dan memajukan tradisi secara dinamis.

Untuk itu setiap pelajar seharusnya belajar dari pengalaman di lingkungan sosialnya, tidak hanya dibangku sekolah yang diagungkan masyarakat liberal yang menyebut dirinya lebih modern dan selalu mencari stigma kelemahan masyarakat tradisional, agar masyarakat pribumi dapat ditipu daya dan diambil apa yang dimilikinya, mereka hanya memberikan bungkusan yang indah-indah, padahal system pendidikan liberal sangat bobrok apabila di terapkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat tradisional, karena tidak sesuai dengan karakter masyarakat pribumi, Dan pendidikan masyarakat tradisional sudah membumi dan telah menjadi kebiasaan dan pola kelakuan yang dipelajari, seperti bahasa, ilmu pengetahuan seni dan budaya. Ini berarti juga bahwa konten pendidikan tidak bisa terlepas dari tradisi. Terjadinya proses internalisasi dalam diri setiap anggota masyarakat sudah pasti landasannya tradisional, yang meliputi sikap mental, cara berfikir dan cara bertindak menyelesaikan persoalan hidup, tinggal bagaimana pendidikan mampu menjawab dan memasukkan dengan mengemas pendidikan tradisional menjadi jati diri dan bagian pendidikan-pendidikan yang saat ini sedang mengalami regresi dikarenakan meniru pendidikan masyarakat liberal yang tidak sesuai dengan jati diri masyarakat pribumi.


Dengan adanya pengkajian secara jujur tentang pendidikan tradisional, sangat layak untuk dikembangkan dalam tatanan pendidikan negara, agar bangsa ini tidak kehilangan karakter anak bangsa, sehingga kita tidak mengunggulkan secara berlebihan langsung ataupun tidak langsung terhadap masyarakat barat, sebab diakui atau tidak diakui banyak peneliti pendidikan tradisional dari kalangan barat dan CSnya, sehungga hasilnyapun sudah dapat dipastikan sesuai dengan keingian masyarakat barat dan sekutunya, semoga tulisan sedehana ini membuka hati kita untuk selalu mencintai dan memajukan apa yan dimliki bangsa ini, dengan kaki kita sendiri, bukan para kaki penjajah yang cenderung menginginan kekayaan yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi, saya ucapkan terimakasih yang sudah membaca tulisan singkat ini.

LIBERALISASI MENUTUP KEMAJUAN MASYARAKAT TRADISIONAL


Oleh: Khoirul Taqwim

Sebelum lebih jauh kita memahami tentang liberalisasi menutup kemajuan masyarakat tradisional, terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan masyarakat tradisional, agar dalam pembahasannya dapat memetakan tentang tradisionalis itu sendiri, masyarakat tradisional yaitu: masyarakat pribumi yang menjadi mayoritas penduduk, yang sangat teguh memelihara dan memajukan dalam berupaya memperjuangkan merebut jati diri dari penjajahan kultural Barat. Sebagai bukti pemeliharaan dan memajukan terhadap prinsip-prinsip dalam masyarakat, mereka berpegang teguh pada pola kehidupan pribumi yang lebih arif dan tidak meniru bangsa kapitalis imperialis (kaper).

Liberalisasi merupakan momok bagi masyarakat pribumi sebab liberalisme mengarah menuju gerakan kapitalisme, Sistem ekonomi kapitalis adalah sebuah organisasi "raksasa" yang tercipta sebagai alat imperialisme. Sistem kapitalis tidak terlepas dari gejala konjugtur. (konjungtur adalah gerak gelombang kehidupan ekonomi)
Hak miliki privat memungkinkan semua orang untuk mengendalikan apa saja yang dimilikinya, menikmati manfaatnya, melaksanakan kontrak-kontrak, sehubungan dengan atau menjualnya atau mewariskannya pihak lain. Setiap individu apabila diperbolehkan mengejar kepentingan dirinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah seakan-akan dibina oleh tangan tak terlihat dalam upaya mencapai hal yang terbaik bagi masyarakat.


Faktor-faktor Penghambat Proses kemajuan tradisional

Pertama, kaum liberalis sejak semula telah membawa program memecah belah masyarakat pribumi dengan mengirim duta-duta yang mampu menggeregoti tradisi local yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan bangsa kapitalis imperialis (kaper). Upaya memecah belahnya akan membuat bangsa tersebut lemah sehingga mudah ditundukkan agar berkiblat pada jejak imperialis. Kaum imperialis menyadari bahwa memukul masyarakat tradisional di Indonesia adalah tidak mungkin kecuali masyarakat tradisional berada dalam kondisi terpecah belah.

Kedua, para imperialis berusaha keras menghancurkan tanaman-tanaman tradisional, usaha-usaha yang telah ada, sistem pemilikan, pertukaran, produksi, dan pekerjaan umum yang dilakukan oleh masyarakat tradisional. Upaya ini merupakan salah satu strategi menghalangi kemandirian yang mengakibatkan masyarakat pribumi menjadi jajahan yang mengekor pada bangsa Barat.

Mereka menuntut agar masyarakat pribumi dalam menjalankan tata cara hidup dan memandang kehidupan sesuai dengan kepentingan bagsa kapitalis imperialis (kaper), serta nilai-nilai moral dan social yang arif dari masyarakat tradisional dapat direnggut oleh masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai liberalisme.

Kemudian mereka melancarkan perang psikologis untuk menghadapi kelompok pribumi yang menentang barat dalam berbagai aspek. Usaha ini dilakukan dengan mengubah konsep-konsep kebudayaan tradisional ke konsep barat.

Demikianlah proses terbentuknya masyarakat liberal, Kemudian masyarakat baru ini berusaha memperkokoh eksistensinya di sisi masyarakat tradisional yang berupaya sekuatnya tetap mempertahankan jati diri.

Ketiga, kaum imperialis memfokuskan perhatiannya untuk menghancurkan peranan ilmu-ilmu pribumi dan lembaga-lembaga pendidikan tradisional yang bercorak kebangsaan dan tradisi. Mereka mengubah pola kehidupan kultural yang dihayati masyarakat tradisional serta melecehkan dan menghinanya secara berlebihan. Kemudian mereka membangun sekolah-sekolah yang di masuki ide-ide liberal dan memberi semangat kepada para siswa untuk memasuki universitas-universitas yang mengandung unsur liberal ala barat.

Setiap parameter mereka dijadikan sebagai ukuran yang berlaku pada masyarakat liberal, serta para pegawai, pembuat hukum, kalangan profesi, intelektual, pendidik, sastrawan, dan budayawan dijadikan sebagai pelopornya. Padahal ukuran-ukuran baru yang ditawarkan tidak relevan dengan realitas masyarakat tradisional, dan hanya relevan dengan alumni sekolah-sekolah dan universitas-universitas mereka, serta orang-orang yang mengambil program dan metodologinya dalam bidang-bidang tersebut.

Demikianlah, tugas-tugas dan posisi-posisi di dalam negara, tentara, koperasi, bank, dan lembaga-lembaga kebudayaan merupakan bagian dari proyek alumni perguruan tinggi Barat atau hasil modernisasi ala Barat. Sedangkan lapisan terdidik dari kelompok masyarakat tradisional tidak memperoleh kesempatan dalam proyek ini.

Liberalisasi membentuk virus masyarakat yang Konsumtif

Realita sosial menunjukkan bahwa racun yang disebarkan kaum imperialis untuk mengubah perjalanan masyarakat menuju liberalis, ternyata membentuk prinsip-prinsip dasar untuk menyempurnakan strategi pembebasan diri dari dominasi asing. Kekuatan nasional yang bergerak menuju terciptanya masyarakat liberalis tidak memahami dimensi kultural dalam konflik yang terjadi. Mereka dengan bersemangat menghancurkan semua aspek yang telah mapan dalam masyarakat tradisional, yaitu:, pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan perilaku.

Jaringan Islam Liberal sadar atau tidak sadar telah membawa virus ideologi dari bangsa barat, sehingga menjadi kekuatan imperialisme yang tidak hanya melakukan dominasi politik langsung dan mereka juga merampas ekonomi, bahkan mereka merusak dimensi kultural untuk menghancurkan prinsip-prinsip kepribadian yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi. penyebar virus ini akan mengurangi perjuangan melawan imperialisme. Begitu pula perjuangan ekonomi akan melemah jika prinsip-prinsip dasar itu mengendur.

Dunia terperosok dalam perangkap rasionalisme destruktif atau tepatnya dalam pola kehidupan gaya Amerika yang merusak. Sesungguhnya rasionalisme masyarakat liberal membawa konsesi-konsesi (kerelaan-kerelaan) yang jauh, yaitu menjadikan masyarakat liberal semakin berkembang ditengah-tengah ketradisionalan, dan yang berakibat menguatnya dominasi asing di kawasan masyarakat pribumi, khususnya dalam aspek kebudayaan dan peradaban, jika liberalisasi sudah merenggut jati diri pribumi sudah dapat dipastikan penjajah ala kapitalisme yang menjadi alat barat akan berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat tradisional dan sudah dapat dipastikan perbudakan modern akan berkembang meluas dalam kehidupan masyarakar pribumi.

KEBANGKITAN JARINGAN ISLAM TRADISIONAL


Oleh: Khoirul Taqwim


Kesederhanaan tingkah laku dan berpikir masyarakat tradisional telah dimanfaatkan sebagian kepentingan kelompok-kelompok dari luar pribumi, mereka mengatasnamakan penyegaran dengan membawa dalil-dalil modern dari amerika dan sekutunya, mereka melakukan gerakan menghilangkan karakter masyarakat pribumi, dengan tujuan mengganti idiologi pribumi dengan diganti idiologi dari barat yang dianggap dewa penyelamat, padahal itu merupakan pembodohan dengan cara pencucian otak melalui dalil-dalil modern yang cenderung kapitalisme yang menindas masyarakat, yaitu penjajahan ekonomi yang mengarah pengambilan kekayaan alam secara besar-besaran, dan ada sebagian kelompok dengan paham khilafah ala timur tengah yang memaksakan diri merebut jati diri bangsa dengan mengganti kebangsaan yang bersumber khilafah ala timur tengah yang ingin ditancapkan dibumi pertiwi, dan mereka ingin kemutlakan dinegeri ini dengan konsep khilafahnya yang berasal dari bangsa timur tengah, tentu ini menyalahi dari jati diri kebangsaan pribumi yang harus ditolak dengan keras, sebab ini merupakan penjajahan karakter yang mengedepankan kepentingan tradisi pribumi, malah mereka mempunyai tujuan akan mengganti esensi budaya dari negara lain.

Diamnya masyarakat tradisional selalu menjadi obyek yang diadili dan diluruskan, baik dari segi pemikirannya maupun keyakinan yang ada dalam hati dan jiwanya, tentu ini menyalahi eksistensi masyarakat tradisional yang mempunyai jati diri dan budaya sendiri, bukan budaya barat maupun timur tengah yang harus didepan, tetapi tradisi pribumi yang harus dikedepankan sebagai pemersatu bangsa, dengan adanya pemikiran khilafah ala timur tengah dan liberal yang dibawa Jaringan Islam Liberal, masyarakat tradisional sebagai kelompok yang disudutkan dan dianiaya dari paham yang dibangun mereka, baik dari segi keyakinan maupun pemikiran masyarakat tradisional yang dianggap tidak rasional dan jauh dari agama, bahkan tuduhan itu mengarah menyesatkan yang tidak sesuai dengan jati diri masyarakat tradisional yang mengedepankan tepa selira, bukan egoisme yang bersifat menjajah.

Melihat kenyataan itu jaringan Islam Tradisional sangat prihatin dengan kondisi masyarakat pribumi, yang sudah dibodohi dan diadili tanpa melihat secara cerdas keberadaan tradisi masyarakat pribumi, maka dibutuhkan kebangkitan agar dapat menunjukkan jati diri bahwa masyarakat pribumi dapat hidup dikaki dan budaya sendiri, bukan dari paham liberal dan khilafah yang jelas-jelas bersifat penjajahan dan merenggut karakter pribumi.

Membangkitkan masyarakat tradisional diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin komunikasi yang efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian tujuan dalam membangun memanusiakan manusia. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan sikap aspiratif, konsultatif dan relationship. Karena pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya hubungan sinergis antara pelaku dan obyek pembangunan

Konsep yang dibangun masyarakat tradisional sangat membuka peluang untuk mendorong komunikasi intensif melalui dialog dengan kelompok-kelompok strategis dalam rangka membangun kemitraan, maka yang dianggap kelompok strategis dalam proses kebangkitan masyarakat pribumi diantaranya adalah: Perguruan Tinggi, LSM, pers dan berbagai elemen yang mendukung kebangkitan masyarakat tradisional.

Dalam mewujudkan kebangkitan masyarakat tradisional yang dibutuhkan diantaranya ialah:

Pertama, kita harus mengembalikan dan memajukan tradisi pribumi ke dalam kehidupan masyarakat secara luas, Mengembalikan segala persoalan masyarakat pada jati diri masyarakat pribumi, bukan penyelesaian dari pemikiran barat maupun khilafah timur tengah. Yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat pribumi, semua itu membutuhkan perjuangan ekstra keras dari para ulama kaum muslimin dan seluruh elemen masyarakat di berbagai penjuru daerah.

Kedua, Kerja keras yang terus-menerus tanpa henti ini harus dibarengi dengan ilmu yang mengedepankan kepentingan masyarakat secara luas, bukan kepentingan para penjajah dari luar.

Sebelum mengakhiri tulisan singkat ini, maka sebaiknya kebangkitan Islam tradisonal ini harus dimulai dari kebangkitan yang disemangati jati diri pribumi tanpa itu semua kebangkitan itu tidak akan pernah berdaya guna yang maksimal dalam mengisi kehidupan, sebab kehidupan pribumi yang telah teruji oleh sejarah juga ajaran budaya yang sesuai dengan segala suasana termasuk dalam kehidupan dan jati diri bangsa, di sinilah letak pentingnya menjadikan Jaringan Islam Tradisional menuju kebangkitan yang sesungguhnya dalam menatap kehidupan masyarakat pribumi yang lebih manusiawi, tanpa adanya penjajahan dan penindasan yang saat ini terus berkembang luas dalam ranah kehidupan masyarakat.

JARINGAN ISLAM TRADISIONAL MELAWAN JARINGAN ISLAM LIBERAL


Oleh: Khoirul Taqwim

JIT melawan JIL mengingatkan kita pada zaman penjajahan belanda, antara masyarakat pribumi melawan ketidak adilan yang dibawa masyarakat barat (VOC Belanda), pada saat itu masyarakat barat dengan atas nama perdagangan telah menipu masyarakat tradisional, yang seolah-olah sebagai sahabat dalam jual beli, tetapi kenyataannya mereka mengeruk kekayaan alam yang ada di negeri ini, kaitan JIL dengan bangsa barat sangat melekat dengan konsep liberalnya yang berasal dari bangsa barat dan sekutunya, jadi tidak heran apabila JIL sebagai wajah penerus lidah masyarakat barat ditentang keras oleh JIT yang menggali dari masyarakat pribumi sendiri.

Sejarah membuktikan, penjajahan Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan mengeksploitasi kekayaan alam. Sebelum mereka masuk kewilayah imperialisme, mereka berdagang yang seolah-olah dewa penyelamat, padahal itu hanya tipu daya yang menyesatkan masyarakat pribumi, tak ketinggalan belanda bersama para orientalis belanda berusaha memperkecil arti dan peran tradisi yang berseberangan dalam sejarah Indonesia.

Sampai saat ini negara Indonesia merupakan sasaran utama bangsa barat (Amerika dan sekutunya) dalam melakukan gerakan “Economic Hit Man” (EHM), yaitu penjajahan ekonomi melalui tipu daya negara secara sistematis untuk mencurangi dan menipu melalui pinjaman utang yang melebihi kemampuan membayar, dan program-program lainnya yang berhubungan dengan kolonialisme ala barat. Kaitan JIL dan ekonomi sangat bersentuhan, sebab dimulai dari kata Islam Liberal dengan membuka wacana ala barat dan tidak lagi menggunakan pemikiran pribumi yang lebih manusiawi. Gerakan JIL diharapkan mampu menerobos penghalang ekspansi ekonomi barat, dengan dimulai melemahkan budaya pribumi yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingannya, maka kata liberal dimasukkan mengganti Induk tepa selira yang dibangun masyarakat tradisional, inilah penjajahan budaya yang diterusakan melalui ekonomi, lagi-lagi kekayaan alam yang menjadi incaran masyarakat barat dan csnya.

Seluruh tindakan masyarakat pribumi selalu menjadi obyek pemikiran mereka yang memandang masyarakat tradsional tidak layak dalam mewujudkan kearifan lokalnya, maka JIT anti dengan budaya pemkiran Liberal (kolonialisme) yang sudah jelas berseberangan dengan masyarakat pribumi dalam menyikapi beragam persoalan yang ada ditengah-tegah kehidupan masyarakat.

kebangkitan masyarakat tradisional di kalangan umat Islam merupakan bentuk kebijakan yang arif dari masyarakat local, untuk membendung gerakan Liberal yang dibawa JIL, karena dianggap pemikiran Liberal tidak sesuai dengan jati diri masyarakat pribumi, sehingga Jaringan Islam Tradisional memberikan pemahaman bahwa liberal merupakan penjajahan yang mengarah eksploitasi sumber daya alam, bahkan mereka memulai dari merenggut jati diri agama, sosial, budaya dan bidang-bidang lain yang ingin dikuasai secara mutlak, agar penjajahan dapat berjalan lancar dinegeri pribumi saat ini, dalam artian kemutlakan yang diinginkan bangsa barat dalam mencapai tujuan pengerukan kekayaan alam, dengan jalan membongkar tradisi, bahkan agama yang dianggap sebagai penghambat imperialisme ala barat, jadi secara sadar atau tidak sadar JIL sudah dibuat sebagai boneka imperialisme barat yang penuh tipu daya.

Tantangan Global jaringan Islam tradisional tidaklah terbatas pada nasib ummat Islam semata, namun pada seluruh kemanusiaan. Hal ini karena ajaran Islam memiliki missi rahmat ke seluruh alam, yang tak cuma berorientasi manfaat untuk bangsa tertentu, apalagi elit tertentu. Karena itu strategi yang harus ditempuh JIT tidak harus pula strategi global yang berdasarkan syara’. Tetapi berdasarkan kepribadian masyarakat prbumi sebagai jalan menempuh cara pandang hidup masyarakat, Tepa selira (tenggang rasa) sudah teruji sejak zaman Kerajaan mataram kuno, sriwijaya, majapahit maupun kerajaan-kerajaan pribumi lain. Tepa selira sangat cocok untuk kepribadian bangsa Indonesia dan diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat pribumi.

Kebobrokan liberalisme dengan sistem kapitalisme telah nyata, baik berupa kerusakan lingkungan, pemiskinan di dunia ketiga maupun disorientasi kehidupan pada masyarakat mereka sendiri, yang di antaranya tercermin dari peningkatan penggunaan narkoba dan angka bunuh diri. Orang jelata di Barat pun akhirnya merasakan sesuatu yang tidak benar dan tidak adil pada sistem yang diterapkan atas mereka. Mereka menyadari bahwa sistem itu hanya menguntungkan segelintir kecil elit mereka, yakni para kapitalis (liberalisme) serta politisi yang merealisasi tujuan para kapitalis itu secara sah.

Para kapitalis Barat melobby para intelektual di negeri-negeri berkembang yang memiliki sumber daya alam besar, baik muslim maupun bukan, agar mereka merubah politik ekonomi dan politik budayanya, agar makin effisien dengan adanya pasar global, dan untuk itu harus “ramah” terhadap Barat. Para pelobby ini adalah professional berpenghasilan sangat tinggi yang menipu negara-negara di seluruh dunia triliunan dollar, penipuan ini di mulai dengan membawa angin segar dan membuat jaringan islam liberal yang seolah-olah sebagai penyelamat kebodohan, padahal tujuan sebenarnya mereka adalah pembodohan yang mengarah pemiskinan.

Bukti nyata penjajahan atas nama kebebasan ala liberal dengan pasar bebas (WTO, AFTA, APEC), negeri-negeri ini telah membuka keran privatisasi yang luar biasa, termasuk dengan menjual asset-asset publik mereka kepada swasta asing, baik dengan alasan untuk membayar utang, maupun agar kompatibel dengan aturan-aturan internasional. Di Indonesia, orang bangga ketika menggandeng PAM Jaya dengan Lyonase dari Perancis dan Thames dari Inggris, seakan dengan itu perusahaan layanan publik menjadi go internasional. Yang kemudian terjadi hanyalah bahwa para pelanggan harus membayar lebih mahal dan hampir tidak ada perluasan cakupan layanan.

Bukti lainnya adalah terjadi penjualan BUMN (misalnya Indosat ke Temasek Singapura, Bandara Sukarno Hatta ke Schipol Belanda) maupun swasta nasional (misalnya Aqua ke Danone, Sampurna ke Phillip Morris dan sebagainya). Sementara itu investasi baru terutama yang terkait dengan sumberdaya alam, energi dan infrastruktur, hampir semuanya selalu diberikan ke asing. Bagaimana dengan sumur minyak di Cepu yang diberikan ke ExxonMobile, atau lapangan gas di Natuna. Semua ini mengikuti praktik tak adil dan ekploitatif yang sudah terjadi puluhan tahun dengan Freeport atau Newmont. Di Freeport, konsentrat emas langsung dikapalkan ke Amerika, tanpa ada satupun petugas beacukai di pelabuhannya. Pemerintah sudah puas dengan kenyataan bahwa PT FreeportIndonesia adalah pembayar pajak terbesar. Sekitar Rp. 6 Triliun yang dibayarkannya setiap tahun ke pundi-pundi pemerintah. Namun berapa sebenarnya yang mereka keruk dari Indonesia tidak ada yang tahu.

Maka jaringan Islam tradisional merupakan kebenaran sejarah yang telah terbukti sebagai alat masyarakat pribumi dalam menyatukan wadah masyarakat, untuk melawan gerakan barat yang ingin kembali menancapkan penjajahan dinegeri kita,, untuk itu imperialsme ala barat (belanda) jangan sampai terulang menjadi penjajahan jilid dua yang digaungkan amerika dan sekutunya, sebab mereka tidak hanya memakan harta benda, tetapi jutaan nyawa harus hilang sebagai korban perjuangan membela kemerdekaan.

Dari uraian diatas semua dikembalikan pada diri sendiri, apakah kita akan berdiri sebagai pejuang pribumi atau kita akan berperan sebagai penjajah yang bernaungan dibawah kaki bangsa liberal yang sekarang dengan wajah JIL (jaringan Islam liberal).



LAHIRNYA JARINGAN ISLAM TRADISIONAL


Oleh: Khoirul Taqwim

JIT (Jaringan Islam Tradisioanal) merupakan wadah kearifan budaya lokal dalam menyikapi kehidupan masyarakat, jadi pandangan JIT terhadap masyarakat tradisional sudah sejalan dengan masyarakat pribumi sejak zaman dahulu kala. dengan konsep tepa selira ( tenggang rasa ) sebagai jalan menciptakan kerukunan antar umat beragama.

Terjadinya peperangan antar agama atau antar keyakinan disebabkan adanya ajaran luar yang dipaksakan melalui pembenaran diri tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, untuk itu solusi tentang peyakit masyarakat tidak serta merta mengambil dari bangsa barat maupun bangsa lain.

Sejarah sudah menunjukkan bahwa bangsa barat tidak ada itikad baik untuk melakukan perubahan yang konstruk, malah yang terjadi destruktif dalam kehidupan masyarakat. untuk itu JIT (Jaringan islam tradisional) lahir sebagai wadah memfilter pemikiran barat yang cenderung sampah yang dimasukkan lewat dunia campus (pendidikan) maupun dalam kehidupan masyarakat pribumi (nyata), apalagi liberal yang mengedepankan nilai-nilai ekspansi yang jelas bertentangan dengan masyarakat tradisional.

Liberal mengatakan dia membela minoritas, tetapi minoritas yang dibela adalah masyarakat kapitalis dan masyarakat yang menganggap rendah tradisi pribumi, sebagai masyarakat pribumi sangat menolak pemikiran yang menyudutkan budaya masyarakat pribumi, dan pemikiran Liberal ala barat yang sudah jelas tidak sesuai dengan jati diri masyarakat tradisional (pribumi), merekapun menganggap bahwa masyarakat pribumi yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka dianggap mempunyai pola pikir konservatif (kolot ), mereka mencoba meluruskan pemikiran kolot tersebut yang seolah-olah mereka sebagai hakim yang menganggap masyarakat konservatif bersalah dan perlu diluruskan melalui pemikiran mereka, tentu ini menyalahi kebhinekaan yang di bangun bangsa pribumi yang menghargai pendapat orang lain atau mengakui keberadaan kelompok tertentu. Jadi Liberal menganggap bahwa idiologi yang berseberangan dengan dirinya di anggap sebagai pemahaman Konservatif dan Fundamentalis.

Yusuf awaluddin memaparkan tentang Masyarakat tradisional dianggap penghambat bagi kemajuan peradaban manusia, khususnya bagi orang Barat dan antek-anteknya. Oleh karena itu masyarakat tradisional harus ditertibkan pola fikirnya mengikuti pola fikir mereka. Sebagai pintu gerbangnya pendidikan telah dijadikan jalur utama untuk menata pola fikir yang sesuai dengan kehendak mereka. Hal itu sebenarnya tidak masalah jika dilandasi dgn semangat kebersamaan dan keadilan. Alih-alih keadilan justru masyarakat tradisional hanya diberikan ilmu pengetahuan sampah, yang dinegaranya sendiri tidak dipakai. Liberarisme, modernisme dan masih banyak lagi ilmu-ilmu sampah yang dibuang di negera kita ini. Lebih parahnya lagi, tujuan mereka hanyalah untuk maling kekayaan SDA kita seraya menjinakan masyarakatnya dgn memberikan terlebih dahulu sampah-sampah ilmu pengetahuan.

Sedangkan menurut Revo Jaringan Islam liberal merupakan simbol peradaban barat (imperialisme) yang di gaungkan di negeri kita ( ulil absar abdalla), padahal gerakan JIL tidak sesuai dengan peradaban masyarakat kita yang lebih manusiawi dibanding para liberal, untuk itu Jaringan Islam tradisional dengan segenap pemikiran dan jiwa berupaya menggali dari daerah kita sendiri di banding dari bangsa penjajah.

Liberal adalah bentuk penjajahan budaya dan yang lebih menakutkan bentuk penjajahan ekonomi yang lebih mengarah menuju gerakan kapitalisme, inilah yang di bangun masyarakat liberal dalam menancapkan idiologi di indonesia.

Sehingga masyarakat desa pojok-pojok kota tersingkirkan oleh paham liberal, lebih jelasnya jadi korban liberal, untuk itu JIT (jaringan islam Tradisional) berupaya melawan gerakan JIL di negeri kita.

Menurut Shalauddin Nusantara Masyarakat tradisional saatnya melakukan suatu gerakan yang lebih memasyarakat (membumi), karena kita tahu aliran Islam yang ada saat ini (JIL), cenderung lupa jati dirinya sendiri, yang malah keterlaluan mengaku diri seorang liberal, padahal dia lahir dari masyarakat timur yang cenderung tradisional, tentu ini menyalahi jati dirinya, sebagai masyarkat yang seharusnya memperkaya diri lewat budaya yang di gariskan sejak dulu kala, malah dia mengadopsi pemikiran barat yang jelas berseberangan dengan pemikiran jati diri bangsa. Kita semua tahu sejarah VOC dengan sistem liberal (kapitalisme) melakukan penjajahan, inilah suatu bukti bahwa bahwa barat adalah bangsa penjajah masyarakat pribumi. Dengan mengambil konsep Liberal, berarti mendukung adanya penjajahan bangsanya sendiri, apalagi Liberal di kaitkan agama, tentu akan menjadi rusaknya esensi agama, khususnya agama yang dianut masyarakat tradisional, jadi siapa yang mengingkari tradisi kelahiran, berarti dia telah hidup di dua lingkaran, jasad pribumi, tetapi pikirannya menjadi penjajah tradisinya sendiri. Kaitan Liberal dengan penjajahan sangat berkaitan, sebab liberal itu sendiri lahir dari bangsa penjajah, inilah yang mengakibatkan rusaknya msayarakat pribumi, baik dari segi sosial, budaya, maupun ekonomi, tentu sungguh ironis keadaan masyarakat pribumi yang menjadi korban liberalisasi yang berujung sistem kapitalisme.

Bahkan Yusuf awaluddin dalam pemaparannya mengatakan JIL skrg maju salah mundur apalagi, kesalahan terbesarnya ada pada label LIBERAL itu sendiri. sudah jelas-jelas Wapres boediono yg tidak pernah mengaku neoliberal saja namanya sudah rusak gara-gara diklaim sebagai neo-liberal, tetapi jaringan Islam liberal malah mengaku diri seorang liberal, Tetapi mereka sudah terlambat apabila ingin mundur.

Liberal ditolak oleh Jaringan Islam Tradisional karena sudah mengarah kewilayah politik, sosial dan budaya, apalagi masuk kewilayah ekonomi yang sudah dipastikan akan terjadi ekspansi ekonomi kapitalis, siapa yang paling kuat dia akan memenangkan pertarungan ekonomi dan menindas masyarakat yang lemah (terjadi hukum rimba). Tentu ironis apabila paham tersebut terus berkembang dan meluas di negeri kita, pasti masyarakat pribumi akan menjadi tumbal dari gerakan Liberal.

Jaringan Islam Liberal melalui pendekatan agama yang seolah2 memberikan angin segar (keselamatan) ternyata mereka hanya membawa kabar kebohongan besar, sebab mereka sendiri menolak ide yang diakuinya sendiri seperti Pluralitas (keberagaman), dengan menghakimi kelompok-kelompok tradisional yang di anggap konservatif dan kelompok-kelompok yang masih percaya mitologi (mistik), mereka mencoba mengahakimi tanpa melihat keberagaman yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi, jadi JIL tidak mengakui keberadaan kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya, tentu itu bertentangan dengan budaya pribumi yang mengedepankan salaing menghargai dan menghormati kelompok-kelompok tertentu.

Sedangkan JIT (jaringan Islam Tradisional) lebih arif dalam menyikapi masyarakat yang dianggap JIL sebagai penghambat kemajuan, karena bagaimanapun masyarakat tersebut bagian dari tradisi masyarakat pribumi, itu merupakan perwujudan cara kita menghargai khazanah budaya dan kepercayaan sebagian masyarakat yang mempercayai adanya mitologi (mistik), dan itu merupakan suatu wujud cara kita menghargai sesama manusia, bukan malah menghakimi dan berupaya meluruskan pola pikir mereka yang tidak sesuai dengan kepentingan JIL, sehingga seolah-olah JIL sebagai juru penyelamat, padahal itu merupakan pengingkaran atas kelompok lain, yaitu mengingkari kebhinekaan (keberagaman) masyarakat, bahwa masyarakat tercipta dengan berbeda-beda dalam memahami segala sesuatu lewat jiwa maupun pikiran.

Jaringan Islam liberal mengakibatkan adanya kebebasan individu tanpa melihat norma-norma pribumi yang ada dalam kehidupan masyarakat, dalam artian paham liberal secara nyata telah dirasakan masyarakat desa dan pinggir2 kota sebagai korban yang termarginalkan dari paham liberal tersebut, sehingga kemiskinan merajalela dengan adanya liberalisasi dalam kehidupan masyarakat, untuk itulah itulah Jaringan Islam Tradisional lebih memilih menggali budaya dari pribumi sendiri di banding budaya liberal yang jelas-jelas lahir dari rumusan masyarakat barat yang ingin menjajah lewat budaya dan melalui pencucian otak kita yang dijejali dengan dalil-dalil modern.

Liberalisasi akan mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran terhadap kekayaan yang dimiliki masyarakat pribumi, tentunya demi kepentingan masyarakat barat dan antek-anteknya. Dari Tulisan di atas sudah dapat dipastikan sangat merugikan masyarakat tradisional, apabila tidak segera dibendung melalui gerakan yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat pribumi.

Yusuf Awaluddin mengatakan Mabok metodologi, begitu julukan yang pas untuk kaum Liberal, seperti halnya para pendahulu mereka. Sekarang mereka (kaum liberal) sedang mabok hermeunetik. Kerancauan nalar mereka tdk terletak pada seperangkat paradigma yang mereka bawa dari luar. Akan tetapi kerancauan fikiran mereka terjadi akbat kekurangan data-data lapangan. Sehingga, ketika mereka berbicara konteks untuk menafsiri teks (selayaknya dlm hermenuetik) sebenarnya mereka telah berbohong, karena tak ada data yg mereka suguhkan. Untuk itulah teks harus dibenturkan dgn data2 lapangan (realitas empiris) sehingga agama bisa dipahami sebagai rahmatan lil alamin.

Kerancuan pemikiran JIL membawa agama yang seharusnya sacral dalam ranah masyarakat tradisional, mereka malah menafsiri secara arogan pembenaran diri (kelompok JIL), tanpa mengakui eksistensi kelompok lain, dengan cara menghakimi kepercayaan pribumi yang bersifat mitologi atau konservatif, dan tidak mengindahkan nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dianut masyarakat pribumi, seharusnya masyarakat tersebut di akui sebagai nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan beragama, malah JIL ingin memberangus kepercayaan yang di anggap tidak sejalan dengan pemikiran mereka, tentu itu menyalahi konsep pluralitas yang diagungkan mereka sendiri.

Pokok-pokok terbentuknya JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) :

1. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) merupakan suatu bentuk penolakan penjajahan Intelektual, Sosial Budaya, agama, Ekonomi dan segala bentuk penjajahan yang berkedok apapun, tanpa melihat jati diri masyarakat tradisional dan menolak adanya gerakan penyeragaman lewat pemaksaan dan penghakiman terhadap masyarakat Pribumi.

2. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas melihat kondisi masyarakat pribumi yang saat ini menjadi obyek perebutan ideologi bangsa barat maupun bangsa lain yang mencoba menjajah dengan pemaksaan dan penghakiman masyarakat pribumi, khususnya masyarakat tradisional.

3. JIT ( Jaringan Islam Tradisioanal ) sebagai simbol perlawanan masyarakat tradisional terhadap ketidak adilan dan menolak adanya pengingkaran keberagaman ditengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi.

4. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas dari putaran politik antara Liberal ala barat, dan Khilafah yang didengungkan ala Timur tengah, dan JIT memposisikan sebagai poros tengah antara paham Liberal dan Paham Khilafah.

5. JIT ( Jaringan Islam Tradisonal ) sebagai bentuk penolakan paham dari luar yang bersifat imperialisme, dan JIT sebagai simbol masyarakat pribumi dalam menyikapi keberagaman (Kebhinekaan) di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan sebagai simbol perlawanan terhadap Imperialisme (kolonialisme).

6. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) lahir sebagai Filter pemikiran luar yang berusaha masuk dalam Tradisi masyarakat, dan JIT menentang keras adanya pergeseran nilai-nilai budaya pribumi yang terus dirong-rong oleh sebagian Idiologi yang memaksakan diri masuk kewilayah masyarakat tradisional, tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, sebab JIT anti dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa, dan JIT sebagai penjaga karakter masyarakat pribumi yang saat ini telah dijajah oleh bangsa luar.

7. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) menolak adanya Liberalisme maupun isme-ismelain yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat pribumi.

8. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) sebagai wadah masyarakat menolak dengan tegas adanya pembunuhan karakter bangsa masyarakat pribumi.