Senin, 30 Maret 2015

Gus Wim Sang Kreator Pembaharu Islam



By: Zidan Mazero




Khoirul Taqwim atau disebut dengan istilah Gus Wim merupakan seorang pembaharu Islam dalam memberikan penyelesaian mengenai ajaran ke-Islaman, melalui pola pikir yang mengedepankan sumber Islam sebagai kajian utama, dan berusaha memberikan sebuah pemahaman tentang Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Dari permasalahan inilah Gus Wim menempatkan diri sebagai sang kreator pembaharu Islam.

Keberadaan Islam yang dikenali masyarakat Islam secara luas, telah bercampur baur antara tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Sehingga pemahaman umat Islam antara teks dan konteks Al-Qur'an bercampur-baur yang sulit dibedakan. Karena ajaran Islam sudah terlanjur mendarah daging dalam kehidupan umat Islam.

Gagasan Gus Wim sebagai sang pembaharu Islam merupakan sebuah keniscayaan, tentunya disebabkan kondisi umat Islam yang mengalami kerusakan pola pikir, dan tentunya perlu dibenahi secara tepat sasaran.

Cara mengobati Gus Wim dalam membangun pola pikir umat Islam tak lepas dari memberikan sebuah penjelasan, bahwa wahyu Al-Qur'an kebenarannya tidak perlu diragukan lagi, sedangkan tafsir Al-Qur'an masih diragukan. Karena tafsir Al-Qur'an sebatas buatan manusia semata.

Gus Wim bukan mengecilkan makna tafsir Al-Qur'an, tetapi Gus Wim berusaha memberikan sebuah penjelasan tentang sisi negatif dari hasil tafsir Al-Qur'an yang terkadang tidak disadari oleh para pengkajinya. Mengingat Al-Qur'an  yang dibacakan, lalu diterjemahkan, dan lalu ditafsiri. Kalau tidak jeli para pengkaji Al-Qur'an mempunyai anggapan, bahwa apa yang disampaikan para pemuka agama atau disebut dengan istilah Ustadz adalah: AlQur'an, padahal hasil cipta karsa sang Ustdz itu sendiri, tetapi seolah-olah apa yang disampaikan ustadz semuanya adalah: Al-Qur'an

Dari sinilah para pengkaji yang mendengarkan ceramah sang Ustadz menganggap itu adalah: Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an tadi sudah dibumbui atau ditambahi dengan terjemahan dan sekaligus dengan tafsirnya, dan hasil tafsir adalah: hasil karsa cipta manusia semata.

Lalu ada pertanyaan sederhana, apakah tidak boleh menafsirkan Al-Qur'an? Bukan masalah boleh atau tidak boleh, tetapi sebuah tafsir atau pemahaman tentang ke-Islaman bisa salah atau bisa benar. Mengingat kebenaran itu milik Allah SWT, sedangkan manusia tak luput dari salah dan khilaf, begitu juga hasil dari pemahaman Islam berupa tafsir Al-Qur'an, tentunya tak luput dari salah dan khilaf pula.

Berangkat dari sinilah Gus Wim dapat dikatakan sebagai sang kreator pembaharu Islam, dan Gus Wim dapat dikatakan pula sebagai sang pembeda antara kebenaran dan prasngka, tentunya semua tak lepas dari perbedaan sumber Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Maka dari sinilah gagasan Gus Wim dapat dikatakan sebagai penggagas paradigma pemikiran baru tentang ke-Islaman masa kini. Wassalam.................

Sang Pembaharu Muda Khoirul Taqwim



By: Zidan Mazero



Khoirul Taqwim merupakan seorang pembaharu muda yang lahir dari Nganjuk Jawa Timur, dia lahir dari lingkungan tokoh para pembaharu ke-Islaman, kakeknya pendiri Yayasan Asy-Syamsi yang saat ini masih berjalan menjadi salah satu yayasan terbesar di daerah Nganjuk Jawa Timur, Khoirul Taqwim sejak kecil menimba Ilmu berawal dari kakeknya di dalam mempelajari masalah keagamaan, sedangkan masalah ekonomi, dia Khoirul Taqwim berawal belajar dari ayahandanya sendiri, sebagai pengusaha yang sukses di masa itu, tetapi di dalam perjalanannya sejak ayahandanya meninggal dunia, dia Khoirul Taqwim mengalami gejolak ekonomi. Sehingga di saat masa kuiah di UIN Sunan Kali-Jaga Yogyakarta, dia Khoirul Taqwim belum sempat menyelesaikan studinya dan Khoirul Taqwim hijrah ke-Kalimantan timur, tepatnya di Samarinda, untuk mencari bekal di dalam melanjutkan kembali menyelesaikan studinya,

Pada masa di Samarinda Khoirul Taqwim bekerja dengan membantu kakaknya Riza Umami yang saat ini sudah menyelesaikan S2nya di STAIN dan sekarang menjadi IAIN Samarinda, dan Dia kakaknya berhasil menjadi salah satu Mahasiswi lulusan terbaik di kampusnya. Setelah hampir satu tahun di Samarinda Khoirul Taqwim kembali pulang dengan naik pesawat Lion Air dan akhirnya setahun kemudian melanjutkan di bangku kuliahnya,

Setelah menyelesaikan studinya di kampus UIN Sunan Kali-Jaga Yogyakarta, Khoirul Taqwim mengembangkan situs www,kitaberbagi.com atau disebut dengan istilah kiber bersama adiknya Fahrul Amrullah dari alumnus Bina Sarana Informatika, dan pada akhirnya kiber menjadi rating salah satu situs terbaik di Asia Tenggara menurut versi www.alexa.com. tetapi kemudian Khoirul Taqwim dan Fahrul Amrullah dengan sengaja membekukan jejaring sosial kiber, padahal member kiber sudah mendekati ratusan ribu, dan membernya tidak hanya dihuni masyarakat nusantara, tetapi membernya sudah dihuni masyarakat belahan bumi.
Selanjutnya, Khoirul Taqwim membangun situs kembali yang bernama www.usahabatik.com, namun dalam keberlanjutannya Khoirul Taqwim  membekukan kembali situs www.usahabatik.com. Karena Khoirul Taqwim sedang memaintenance situs yang lebih besar lagi dalam membangun usaha batik nusantara.

Berangkat dari perjalanan Khoirul Taqwim dalam membangun situs di dunia maya, dan akhirnya Khoirul Taqwim jatuh hati sampai sekarang, untuk terus menerus mengaplikasikan dalam pengembangan usaha batik nusantara menuju batik yang tidak hanya diakui ditingkat Nasional, tetapi berupaya membangun batik di tingkat Internasional.

Sedangkan masalah ke-Islaman Khoirul Taqwim masih giat menulis di berbagai artikel tentang agama, filsafat, sastra, sosial, politik, dan masih banyak lagi tulisan-tulisan beliau Khoirul Taqwim atau sering disebut dengan istilah Gus Wim.

Pada masa menempuh pendidikan tingginya, Gus Wim tak jarang menulis artikel diberbagai media, baik kampus maupun di berbagai media lainnya, salah satunya di jurnal Populis UIN Sunan Kali-Jaga Yogyakarta.

Pemikiran Khoirul Taqwim tak jarang muncul di dunia maya saat ini, tak lepas dari masalah Islam tradisional, Liberal, Fundamental, dan artikel ke-Islaman lainnya. Semua tak lepas dari Gus Wim dalam menelaah antara teks maupun konteks ke-Islaman yang berkembang dari masa klasik sampai saat ini.

Khoirul Taqwim dengan berbagai pemikiran ke-Islaman mampu menyajikan hal baru tentang masalah ke-Islaman tradisional yang sering dihakimi oleh golongan ke-Islaman lainnya, dan dia Khoirul Taqwim berupaya memberikan penjelasan tentang ke-Islaman secara jujur dan berani dalam menganalisa berbagai fenomena keberagaman ke-Islaman. Sehingga Khoirul Taqwim dapat disebut sebagai sang pembaharu dalam menyajikan berbagai Ilmu pengetahuan yang tersirat maupun yang tersurat.

Dengan tulisan sederhana ini, semoga kita dapat mengambil hikmah dari perjalanan sang pembaharu muda Khoirul Taqwim dalam menggapai berbagai permasalahan kehidupan, baik mulai dari kegigihan beliau membangun situs, hingga sampai keberhasilan Gus Wim sebagai sang pembaharu muda yang maju dalam memberikan berbagai solusi tentang ke-Islaman masa klasik maupun ke-Islaman yang akan datang, dan paradigma pemikiran Gus Wim pola pikirnya tak sedikit dipengaruhi beliau guru besar Ibn Khaldun dengan kitab yang tak asing lagi bernama "Muqaddimah". Sehingga diwaktu menyelesaikan studinya Khoirul Taqwim mengangkat "Relevansi Pemikiran Ibn Khaldun Dengan Ekonomi Islam".
Demikian ulasan singkat ini, kami persembahkan kepada Gus Wim dan khalayak secara luas. Wassalam............

PEMBAHARUAN ISLAM


By: Khoirul Taqwim


Pembaharuan Islam merupakan sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan dalam membangun pola pikir umat Islam. Mengingat umat Islam sudah terombang-ambing dalam paradigma pemikiran para pemuka agama Islam yang dianggap kebenaran mutlak, padahal yang dijalankan para pemuka agama hanya sebatas tafsir semata, tetapi umat Islam tak sedikit yang menganggap ajaran sebuah tafsir termasuk dari ajaran Islam yang berupa wahyu Al-Qur'an, tak sedikit pula umat Islam yang mengkaji Al-Qur'an menganggap hasil dari pemahaman Al-Qur'an dianggap sebagai ajaran Islam yang berkedudukan setingkat dengan Al-Qur'an, padahal itu hanya prasangka belaka melalui penafsiran para pemuka agama Islam tersebut.

Menelaah fenomena umat Islam dalam mengkaji Al-Qur'an, tak sedikit umat Islam yang terjebak dalam dogma-dogma semata.  Sehingga tidak menghasilkan pencerahan. Karena cara mengkaji Al-Qur'an hanya berdasarkan prasangka belaka dari para ahli agama Islam. Mengingat kebenaran mutlak hanya milik Allah, sedangkan manusia tak lepas dari salah dan benar.

Sebenarnya mengkaji Al-Qur'an itu sangat baik, apabila dilandasi semangat pembaharuan corak berpikir, bukan mengedepankan dogma-dogma semata. Karena manusia yang berjalan sesuai Al-Qur'an tak lepas dari beliau Nabi Muhammad SAW. Karena beliau yang mendapatkan wahyu Al-Qur'an, sedangkan yang lainnya, tentunya masih berrsifat tafsir semata. Sehingga kebenarannya masih sangat diragukan.

Sedangkan di-era masa kini umat Islam tak jarang disuguhi para penceramah agama dengan membaca Al-Qur'an, lalu memberikan penjelasan dengan ayat-ayat yang dibacakan, padahal itu hanya tafsir beliau yang dikaitkan dengan Al-Qur'an, tentunya kebenarannya masih bersifat prasangka semata. Mengingat kebenaran yang sesuai dengan Al-Qur'an itu milik Nabi yang diberi wahyu, sedangkan lainnya hanya bersifat prasangka semata, tentunya bisa salah atau bisa benar. Dari sinilah dibutuhkan pembaharuan Islam yang mengajak berpikir umat Islam tentang kemaslahatan, bukan hanya sebatas dogma-dogma belaka, apalagi dogma-dogma yang menjurus ke-arah destruktif.

Keberadaan pola pikir pembaharuan Islam sangat dibutuhkan dalam kehidupan umat Islam, agar disaat umat Islam mengkaji Al-Qur'an tidak mudah mengklaim apa yang dijalankan berdasarkan Al-Qur'an, padahal berjalan di atas tafsir semata, untuk itulah maksud dari pembaharuan Islam, yaitu: berusaha membangun paradigma berpkir umat Islam dalam mengenali ayat per-ayat Al-Qur'an. Sehingga umat Islam tidak mudah mengklaim apa yang dilakukan berdasarkan Al-Qur'an. Sehingga akan terjadi saling menghargai antar umat Islam. Mengingat satu sama lain berjalan berdasarkan tafsir semata, tentunya dari sinilah tidak ada yang merasa benar sendiri antar umat Islam dan kelompoknya.

Pembaharuan Islam tak lepas sebagai upaya meminimalisir gerakaan teroris yang dilakukan sebagian kecil umat Islam dalam melakukan sebuah tindakan destruktif dengan menghilangkan nyawa orang lain, padahal apa yang dilakukan seorang teroris hanya sebatas berjalan ditafsir ayat per-ayat Al-Qur'an, tetapi mereka menganggap sebagai pejuang menegakkan Al-Qur'an, tentunya anggapan ini hanya prasangka semata.

Sebuah gerakan pembaharuan Islam, untuk mewujudkan fitrah didalam dada umat Islam, tentunya tak lepas dari umat Islam dalam mengkaji Al-Qur'an dengan tujuan mampu memedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Karena dengan jalan mengkaji Al-Qur'an umat Islam akan dapat melakukan koreksi diri dan bisa memberikan sebuah penjelasan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an.

Dengan mengetahui Al-Qur'an, berarti umat Islam dapat pemahaman, bahwa Al_Qur'an adalah wahyu yang kebenarannya tak diragukan lagi, sedangkan tafsir Al-Qur'an kebenarannya masih bersifat prasangka, bisa benar atau bisa salah didalam melakuan sebuah tindakan penafsiran.

Ketika melakukan tindakan pembaharuan Islam, niscaya akan terdapat saling toleran didalam tubuh umat Islam. Sehingga tidak mudah mengkafirkan dan membid'ahkan antar satu sama lain. Karena yang berhak menilai buruk dan benar hanya milik Allah, sedangkan manusia, khususnya umat Islam hanya sebatas prasangka semata.

Keberadaan pembaharuan Islam merupakan sebuah keniscayan, supaya umat Islam tidak gampang didogma oleh seorang yang mengaku ahli agama, padahal yang disampaikan dengan memenggal ayat Al-Qur'an, lalu menerjemahkan dan selanjutnya menafsirkan dengan daya, cipta, karsa mereka. Sehingga menghasilkan sebuah cipta karsa manusia yang berupa pemahaman dari Al-Qur'an yang dianggap kebenaran mutlak, padahal hanya sebatas hasil pola pikir mereka sendiri. Inilah para penebar yang mengatasnamakan Al-Qur'an dan dengan tak jarang mengkafirkan, membid'ahkan, dan menuduh kelompok lain yang berseberangan sebagai penebar jahanam dan lain sebagainya.

Harapan besar dari pembaharuan Islam tak lepas sebagai upaya umat Islam dalam menjalankan agama Islam, supaya terdapat saling menghargai, dan tentunya saling tenggang rasa sebagai wujud kebersamaan antar umat Islam lainnya. Karena kebenaran hanya milik Allah semata, sedangkan manusia kebenarannya yang berdasarkan tafsir dan prasangka belaka.

“Yang haq berasal dari Tuhanmu belaka, maka sekali-kali janganlah kamu ragu”. (QS. Al-Baqarah [2]: 147).

Memandikan Islam


By: Khoirul Taqwim


Memandikan Islam merupakan sebuah gagasan sederhana, setelah ajaran wahyu Al-Qur'an bercampur-baur dengan tafsir hasil cipta karsa manusia yang masih dipertanyakan kebenarannya. Bahkan kebenaran sebuah tafsir masih diragukan. Mengingat tafsir hanya sebatas buatan manusia belaka, sedangkan wahyu Al-Qur'an adalah: firman yang tak diragukan lagi kebenarannya.

Keberadaan Islam semenjak era klasik sampai era kotemporer tak jarang dikotori beragam aksi yang menjurus ke-arah destruktif. Karena mereka menganggap aksi yang dilakukan sudah tergaris dari wahyu Al-Qur'an, padahal itu hasil tafsir Al-Qur'an dan Sunnah, tentunya kebenarannya masih diragukan. Mengingat kebenaran yang sejati hanya milik Allah yang tersurat dari wahyu Al-Qur'an, sedangkan tafsir Al-Qur'an kebenarannya masih diragukan. Karena tafsir Al-Qur'an hasil cipta karsa pemikiran manusia belaka.

Dengan beragam aksi umat Islam dari era klasik sampai era kontemporer yang terkadang jauh dari Al-Qur'an merupakan sebuah tantangan baru bagi umat Islam, untuk terus membenahi kembali dengan berusaha mengembalikan Al-Qur'an sebagai pondasi dasar umat Islam, bukan malah terjebak dalam tafsir Al-Qur'an yang tak jarang hasil dari cipta karsa paradigma pemikiran para pemuka agama dengan tujuan politis, sosial, budaya dan lain sebagainya.

Maksud memandikan Islam tak lepas dari kondisi masyarakat Islam yang terus mengalami degradasi moral maupun degradasi pardigma pemikiran, baik degradasi dalam bentuk aksi pembenaran diri dalam melakukan aksi teroris maupun dalam bentuk lainnya. Sedangkan degradasi paradigma pemikiran tak lepas dari masyarakat Islam yang menganggap sebuah kitab ataupun lisan para pemuka agama diangap semuanya berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, padahal apa yang dikitab dan yang disampaikan para pemuka agama berdasarkan tafsir belaka.

Melihat persoalan umat Islam saat ini, tentunya dibutuhkan pola pikir yang dapat memandikan Islam, supaya umat Islam dapat berjalan bersama wahyu Al-Qur'an, bukan malah berjalan berdasarkan tafsir hasil cipta karsa manusia belaka, untuk itulah dibutuhkan kajian Islam dalam memandikan ajaran Islam, supaya tidak terjadi percampuran antara tafsir dengan wahyu Al-Qur'an.

Memandikan Islam sangat dibutuhkan mendesak bagi umat Islam,agar ajaran Islam yang telah dikotori dari beragam tafsir dapat dibersihkan kembali. Sehingga umat Islam didalam melakukan aksi dapat berjalan sesuai dengan wahyu Al-Qur'an, bukan berjalan sesuai dengan tafsir Al-Qur'an, tentunya kebenarannya yang masih bersifat prasangka belaka.

Cara memandikan Islam tak lepas dari umat Islam mengkaji kembali Al-Quran, supaya umat Islam dapat membedakan antara tafsir dengan Al-Qur'an. Karena kalau umat Islam secara terus menerus salah dalam membedakan kedua hal ini, tetunya konfliks umat Islam tidak akan terjawab secara tuntas. Maka memandikan Islam merupakan sebuah keniscayaan didalam beragama umat Islam, untuk membedakan antara ajaran para pemuka agama dengan wahyu Al-Qur'an.

Harapan besar bagi umat Islam setelah memandikan ajaran Islam, tentunya tidak ada lagi suatu golongan yang mempunyai sifat  maupun aksi mengkafirkan amalan umat Islam satu sama lain, dan membid'ahkan umat Islam yang menjurus destruktif satu sama lain. Sedangkan pemurnian Islam yag berkembang saat ini, tak lepas dari tafsir para pemuka agama belaka, padahal didalam Al-Qur'an tidak ada, tetapi yang ada hanya tafsir para pemuka agama tersebut, untuk itulah tindakan pemurnian Islam tak jarang dijadikan jalan mengelabui umat Islam yang Seolah-olah kembali pada Al-Quur'an dan Sunnah, padahal hanya sebatas kembali pada tafsir yang kebenarannya masih diragukan. Mengingat tafsir Al-Qur'an hasil cipta karsa manusia belaka.

Keberadaan persoalan aksi teroris atau aksi ekstrim yang mengatasnamakan Islam, tidak lain dan tidak bukan itu berjalan diatas tafsir para pemuka agama melalui Kelompoknya Masing-masing. Sehinga dengan adanya gagasan memandikan Islam, supaya umat Islam dapat berjalan di Al-Qur'an yang sesuai dengan wahyu, bukan kebenaran tafsir hasil dari prasangka yang kebenarannya masih sangat diragukan.

Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia. (QS. Al-Waqiah [ 56]: 77).

Mengembalikan Al-Qur'an


By: Khoirul Taqwim






Al-Qur'an yang menjadi pemahaman umat Islam dari zaman Sahabat sampai saat ini, ternyata tak lepas terjadi pencampur-adukan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an dalam pemahamannya. Sehingga tak sedikit umat Islam yang menganggap sesuatu yang diajarkan oleh para pemuka agama seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas pemahaman Al-Qur'an yang berupa tafsir belaka. Maka dibutuhkan penjelasan secara tepat dalam membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an.

Ketika menelaah perjalanan sejarah Al-Qur'an begitu dahsyat untuk diuraikan dalam kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam diseluruh belahan bumi. Mengingat Al-Qur'an merupakan sebuah wahyu yang tidak diragukan atas kebenarannya, tetapi didalam perkembangannya banyak tafsir tentang Ayat-ayat Al-Qur'an yang dianggap setara dengan keberadaan wahyu Al-Qur'an, padahal itu hanya sebuah tafsir yang dibuat manusia belaka, tentunya tak luput dari salah dan benar, tetapi tafsir tersebut dianggap sebuah kebenaran Al-Qur'an. Maka dibutuhkan sebuah gagasan mengembalikan Al-Qur'an, supaya umat Islam dapat membedakan antara tafsir Al-Qur'an dengan wahyu Al-Qur'an.

Keberadaan umat Islam dari zaman Sahabat sampai saat ini, tak sedikit yang mengkaji tentang wahyu Al-Qur'an, tetapi tidak sedikit pula yang tersesat atas tafsir Ayat-ayat Al-Qur'an, Bagaimana tidak tersesat? Mengingat Al-Qur'an merupakan sebuah wahyu yang datang dari Allah SWT yang diperuntukkan Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril, namun dalam perkembangan selanjutnya Al-Qur'an berubah menjadi pemahaman tafsir, dan celakanya umat Islam tidak mengetahui perbedaan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Sehingga menghasilkan pemahaman yang rancu ditengah-tengah kehidupan umat Islam.

Di saat tidak sedikit umat Islam dalam memahami Al-Qur'an, ternyata banyak yang tidak sadar, bahwa apa yang dipahami merupakan sebuah bentuk tafsir Al-Qur'an belaka, tetapi seolah-olah apa yang dipahami umat Islam dianggap sebuah bentuk wahyu Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an adalah wahyu dari Allah SWT yang tidak perlu diragukan kebenarannya, sedangkan tafsir Al-Qur'an merupakan hasil cipta manusia, dan tentunya tak luput dari salah dan benar.

Kerancuan umat Islam dalam pemahaman mengenai Al-Qur'an, ternyata melahirkan sebuah tafsir yang dianggap seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas tafsir belaka, namun dianggap sebuah bentuk wahyu Al-Qur'an, kalau dipahami seperti ini, niscaya dapat mengakibatkan sebuah pemberhalaan terhadap tafsir Al-Qur'an, padahal kebenaran Hakiki ada didalam wahyu Al-Qur'an, dan bukan berada di tafsir Al-Qur'an. Mengingat tafsir Al-Qur'an buatan manusia, sedangkan wahyu Al-Qur'an firman Allah SWT yang tak perlu diragukan kebenarannya.

Sebenarnya kerancuan pemahaman umat Islam dalam memahami Al-Qur'an, tak lepas dari umat Islam itu sendiri yang memahami permasalahan keseharian yang Seolah-olah ada di dalam wahyu Al-Qur'an. Sehingga terjadi sebuah bentuk yang Seolah-olah antara keseharian umat Islam sama dengan wahyu Al-Qur'an, padahal dalam keseharian umat Islam dengan keberadaan wahyu Al-Qur'an terjadi perbedaan permasalahan, tetapi permasalahan keseharian umat Islam itu ditarik kesimpulan yang Seolah-olah sama dengan permasalahan yang ada di dalam Al-Qur'an, padahal berbeda bentuk permasalahan antara wahyu Al-Qur'an dengan konteks keseharian umat Islam tersebut.

Ketika umat Islam dalam memahami sebuah wahyu Al-Qur'an, ternyata tak sedikit yang terjebak dalam sebuah tafsir belaka. Sehingga memunculkan perbedaan pemahaman umat Islam antara yang satu dengan yang lainnya, kalau perbedaan pemahaman ini saling menghargai, niscaya akan menghasilkan sebuah kekayaan tafsir Al-Qur'an, tetapi kalau tidak terjadi saling tenggang rasa, niscaya akan terjadi perpecahan antar umat Islam tersebut.

Perpecahan umat Islam tak lepas dari perbedaan pemahaman Al-Qur'an. Sehingga memunculkan berbagai sekte dan para kelompoknya. Sedangkan para pemimpin sekte maupun para penganutnya, terus menerus berusaha mencari pembenaran diri, melalui pemahaman dari sebuah penggalan Ayat-ayat suci Al-Qur'an yang seolah-olah itu adalah Al-Qur'an, padahal itu hanya sebatas pemahaman tafsir menurut kelompok dan sekte Masing-masing dalam memahami Al-Qur'an.

Berangkat dari sinilah dapat diambil sebuah titik temu, bahwa umat Islam Al-Qur'annya sama, tetapi tafsir Al-Qur'annya yang membedakan. Sehingga dengan perbedaan tafsir inilah yang tak jarang menghasilkan konfliks antar umat Islam sejak zaman Sahabat sampai zaman saat ini.

Konfliks tafsir Al-Qur'an inilah yang mengakibatkan umat Islam terkotak-kotak dalam sekte yang menghasilkan fanatisme buta dalam kelompoknya Masing-masing sekte tersebut. Maka dibutuhkan sebuah pemahaman baru mengembalikan Al-Qur'an, supaya umat Islam dapat membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Sebab kalau umat Islam berlarut-larut dalam konfliks tafsir AlQur'an, tentunya yang akan dirugikan umat Islam itu sendiri.

Jadi umat Islam sebenarnya sepakat, bahwasannya Al-Qur'an yang ada itu sama, tetapi tidak sepakat dalam pemahaman Al-Qur'an yang disebut dengan istilah: "tafsir", dan kerusakan umat Islam tak lepas dari mensakralkan tafsir Al-Qur'an yang seolah-olah sama seperti Al-Qur'an, padahal tafsir Al-Qur'an hanya sebatas buatan manusia belaka, dan tentunya kita tidak boleh menyamakan kedudukan tafsir Al-Qur'an dengan wahyu Al-Qur'an. Karena kalau kita menyamakan kedudukan keduanya, berarti sama dengan kita menuju bentuk kesesatan yang menyamakan hasil cipta manusia dengan firman Allah SWT. 

Konsep mengembalikan Al-Qur'an ini merupakan sebuah bentuk resep, supaya umat Islam diseluruh dunia dapat membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Karena tak sedikit umat Islam yang terjebak apa yang disampaikan para pemuka agama yang Seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas tafsir Al-Qur'an. Sehingga tak sedikit pula yang mensakralkan tafsir Al-Qur'an yang seolah-olah kedudukannya sama dengan Al-Qur'an, padahal tafsir Al-Qur'an hanya sebatas daya pikir manusia belaka, dan tentunya bisa salah atau bisa benar. Sedangkan Al-Qur'an, adalah: kebenaran Hakiki yang tidak perlu diragukaan kebenarannya.

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. Al-Baqarah [2]: 147).

Pertarungan Politik Sesama Umat Islam

By; Khoirul Taqwim

Politik Islam selalu mewarnai perkembangan bangsa Indonesia, mulai dari Islam yang bercorak tradisionalis sampai Islam bercorak militansi. Semua tak lepas dari tarik-ulur kepentingan dalam perpolitikan.

Kemunculan politik Islam tak lepas dari sebuah sejarah panjang dinegara republik Indonesia. Sehingga memunculkan berbagai perkembangan tentang wajah ke-Islaman di Indonesia dalam perjalanannya. Dan yang paling kental pertarungan politik sesama umat Islam, mulai dari umat Islam yang lebih mengedepankan pandangan dari adat-istiadat, hingga umat Islam yang menolak ajaran adat-istiadat yang bercampur dengan ajaran kemurnian Islam, tetapi dalam perjalanan perpolitikkannya, kedua paham ini mengklaim, bahwa: ajarannya tak lepas dari pokok substansi ajaran Islam itu sendiri.

Pergolakan politik sesama umat Islam dari arus bawah membawa implikasi sampai ditingkat para pemimpin umat Islam. Bahkan pertarungannya hingga mencapai gedung legislatif, ternyata semua tak lepas dari akar arus bawah sampai puncak pertarungan politik Islam dinegeri Indonesia.


Sebenarnya, akar permasalahan pertarungan politik Islam tak lepas dari sebuah permasalahan kekuasaaan, tetapi pertarungan ini mengarah menuju pertarungan Islam yang masih kental dengan tradisi Islam melawan Islam yang menganggap segala sesuatu tentang berbau tradisi Islam harus dikembalikan pada habitatnya Islam itu sendiri.

Kalau kedua ajaran Islam ini sudah saling menyadari, bahwa: keduanya tidak akan mencapai titik temu dalam pemahaman tentang ke-Islaman. Maka sudah seharusnya keduanya saling menghargai dan mengedepankan "Bhinneka Tungga Ika" ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertarungan politik Islam yang bersifat saling mencari pembenaran diri, sudah seharusnya diakhiri ditengah-tengah kehidupan masyarakat umat Islam, supaya sesama umat Islam dapat bersatu dalam mengarungi bahtera keagamaan. Namun, kalau terjadi kegagalan dalam pemahaman yang saling menyejukkan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sesama umat Islam. Maka yang terjadi akan ada sebuah tontonan kegaduhan perpolitikan sesama umat Islam itu sendiri. Sehingga supaya terdapat alur terciptanya perdamaian dan ketenteraman, semua tak lepas dari umat Islam itu sendiri dalam menyikapi sebuah perbedaan dalam  pemahaman ajaran agama Islam itu secara kaffah.

"Taat dan patuhlah kepada Allah dan Rasulnya, dan janganlah saling berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gagal, dan hilang kekuatanmu serta bersabarlah. Sungguh Allah berada dipihak orang yang sabar". (Q.S. Al Anfal  [8]: 46). 

Semoga Allah SWT selalu memberi limpahan rahmat dan berkah kepada kita semua, Amin.....

Zaman Tak Waras Memahami Islam


By: Khoirul Taqwim


Tolong bagi yang membaca kalau mental belum tertata rapi dan emosi tidak terkendali saya sarankan hati-hati membaca tulisan ini, karena malah nanti anda terjerumus dalam berita ghaib yang membuat anda bingung, tetapi bagi yang sudah siap mental silahkan membaca sampai selesai.

Melihat gonjang-ganjeng zaman yang kian terasa dalam kehidupan manusia, ternyata Islam di hadapkan beragam permasalah yang di perlukan jawaban yang tepat dan arif dalam menyikapi kehidupan yang kian terasa menyengat dalam kehidupan masyarakat, sehingga memunculkan multi tafsir tentang Islam itu sendiri.

Sebagian ada yang ngotot Islam harus tetap di sesuaikan dengan ajaran di zaman kenabian dengan ajaran murninya, tetapi di sisi lain ada yang ingin di sesuaikan dengan zaman yang kian kurang waras saat ini, berangkat dari situ tentu akan menimbulkan pertanyaan apakah Islam harus mengikuti zaman yang tidak waras?...pertanyaan di atas membuat kita berpikir kenapa ajaran Islam harus mengikuti zaman saat ini, kalau mengikuti zaman yang waras tentunya bisa di terima, tetapi kalau mengikuti zaman yang tidak waras ini yang menjadi persoalan, sebab manusia itu beragam dalam memahami permasalahan.

Kenapa saya mengatakan zaman yang tidak waras?....Melihat dari beragam kejadian tentang pelaku umat manusia yang kian jauh dari nilai-nilai Islam, seperti keadilan, persamaan, kasih sayang dan masih banyak lagi nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, tetapi dalam fakta di lapangan di langgar nilai-nilai Islam tersebut seperti terjadi masalah korupsi, pembunuhan dan masih banyak lagi yang ada dalam fenomena kehidupan.

Kalau dalam bahasa jawa ada istilah yang mengatakan kita sudah memasuki zaman edan nah gah meloh edan zo ra keduman, bahasa jawa ini menggelitik untuk di tafsiri zaman yang semakin semrawut dengan tingkat permasalahan yang begitu kompleks, sehingga antara sesat dan tidak sesat terkadang sulit membedakan, walaupun terkadang hati nurani tahu ini sesat apa tidak, tetapi ternyata akal terkadang yang sudah membuat jiwa ini tertutup antara sesat dan tidak sesat.

Melihat zaman yang semakin kacau balau apakah Islam harus di paksakan dengan zaman yang tidak waras?...pertanyaan di atas menjadi tantangan besar bagi seluruh umat Islam yang ingin memahami Islam melalui multi tafsir, sebab kalau tidak dengan cermat dan hati-hati tentu akan terjadi kerusakan yang malah membuat kacau tidak bersifat konstrukrif, tetapi yang ada malah bersifat destruktif di segala aspek kehidupan beragama.

Pertanyaan muncul kembali dalam pikiran, bagaimana aksiologi Islam apabila di paksakan mengikuti zaman yang tidak waras?....kalau secara aksiologi tentu Islam akan tetap berdiri tegak walau di tempatkan di wilayah manapun berada, tetapi yang menjadi persoalan pelaku yang memahami Islam di zaman yang tidak waras ini akan menjadi apa?..kalau kita melihat dari sisi positif tentu ini merupakan zaman yang menjadi tantangan umat Islam untuk berpikir kreatif dan inovatif dan tetap pada jalur nilai-nilai Islam yang sudah ada. Namun kalau di lihat dari sisi negatif tentu akan terbawa ajaran yang jauh dari apa yang terkandung dalam nilai-nilai Islam itu sendiri.

Tulisan di atas saya tutup biarlah zaman yang kurang waras, tetapi hati dan pikiran kita semoga saja akan terus dapat mengeja dengan waras dan sesuai dengan tujuan dalam diri kita masing-masing dalam menyikapi persoalan maupun memahami beragam permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Wallahu a'lam bisshowab..............

Ngawur Memahami Islam


By: Khoirul Taqwim


Bisikan berita ghaib ini jangan terlalu di besarkan-besarkan, sebab kita sudah memasuki era zaman yang kurang waras, karena itu di tata dulu pikiran dan jiwa kita agar selalu sehat dalam memahami persoalan, sehingga memunculkan pencerahan jiwa maupun pikiran dalam memahami permasalahan dengan bijak dan berada dalam wilayah yang sehat.

Pada saat membaca tulisan ini kalau bisa dengan santai sambil minum kopi, agar pikiran kita tidak terlalu panas dan ikut-ikutan zaman yang kurang waras, apalagi diperdebatkan yang menjadi debat kusir, sebab ini hanya sebatas bisikan ghaib jangan di buat yang tidak-tidak, tetapi di buat saja dalam wajah oke-oke saja.

Silahkan di baca.....

Gejala ngawur dalam memahami Islam begitu marak saat ini, sehingga kita terkadang sering menemukan pemikiran nyleneh dan terkadang jauh dari apa yang dituduhkan tentang Islam sebenarnya. Peristiwa itu merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan bagi umat Islam, Lalu yang menjadi pertanyaan adalah kenapa ada orang yang ngawur dalam Memahami Islam?...Menjawab pertanyaan ini butuh psikolog agar tahu kenapa dan bagaimana itu bisa terjadi, padahal Islam itu hakikat sebenarnya satu yaitu: suatu ajaran yang di ajarkan nabi Muhammad, namun dalam kenyataannya Islam saat ini telah terjadi pemahaman yang begitu kompleks, ada yang masih bersandarkan wahyu, tetapi ada juga yang sudah membelokkan berdasarkan akal, sehingga dapat di tebak dengan beragam analisa dan pemahaman yang berbeda dalam kehidupan manusia timbullah pikiran yang masih wajar, tetapi ada pula pikiran yang sudah ngawur jauh dari apa yang di maksud Islam itu sendiri.

Pikiran yang ngawur itu terkadang menggelitk bagi orang yang memahami bahwa Islam itu adalah kebenaran dan sekaligus petunjuk bagi umat Islam. tetapi ternyata ada pemikiran yang cenderung memojokkan sehingga mengandung bahasa ngawur seperti Islam itu tolol, Islam Itu teroris, Islam itu bodoh, islam itu pembunuh dan masih banyak lagi bahasa yang ngawur dalam kehidupan manusia yang terus bertanya-tanya tentang Islam dan menjawab Islam secara serampangan jauh dari apa itu islam sebenarnya.

Melihat dari tulisan di atas mengenai ngawur memahami Islam, memunculkan pertanyaan lagi kalau ada manusia yang punya pikiran demikian apa pikirannya sudah tidak waras?...Pertanyaan di atas menggelitik untuk di jawab, kemungkinan butuh psikiater yang menangani kejiwaan kalau menemui orang seperti ini tentang mempertanyakan kewarasan orang tersebut, kalau di lihat dari pikirannya dalam memahami Islam jelaslah tidak waras, tetapi kalau di lihat dari sisi lain mungkin juga waras karena dengan menghujat dia akan terkenal dan mendapat raup untung dengan kepopuleran yang dimiliki, sebab dia punya pikiran yang antik dan unik dalam memahami Islam tentang apa yang dia maksud dalam pikirannya.

Penulis sangat menyadari bahwa gejala kurang sehat dalam berpikir mewabah dalam kenidupan keseharian manusia saat ini, berangkat dari situ terjadilah pemikiran mulai dari yang sangat sederhana sampai yang sulit di cerna akal, berdasarkan dari situ pula kemungkinan terjadi adanya fenomena ngawur dalam memahami Islam sebagai bentuk jawaban pikiran yang tidak sehat, sehingga dengan pikiran yang lagi saket mengganggu manusia dalam memahami persoalan baik mulai dari agama, sosial, budaya, ekonomi dan masih banyak lagi yang jadi korban pemahaman ngawur pada saat manusia itu lagi saket jiwanya.

Pertanyaan terbesar muncul bagaimana cara mengobati manusia yang ngawur dalam memahami Islam?...berangkat dari pertanyaan itu di butuhkan pemikiran yang cerdas dan sehat, kalau ada orang yang ngawur dalam memahami Islam kemungkinan harus di beri obat penenang jiwa atau penenang akal, agar seseorang yang saket dalam memahami tentang Islam yang ngawur tadi dapat sehat kembali dan bergairah lagi untuk berpikir positif tentang keislaman.

Terima kasih sudah mau membaca..........

Mengatasi Islam Sesat


By: Khoirul Taqwim


Peringatan buat para pembaca untuk selalu benar-benar siap jiwa maupun pikiran dalam menerima tulisan ghaib ini, karena yang di khawatirkan nanti akan terbawa ke dalam arus yang malah membuat bingung. Sebab ini sebatas berita yang masih di alam abstrak, untuk itu saya harapkan secepat mungkin tarik nafas sedalam-dalamnya, agar dalam memahami berita ghaib tidak terbawa alam yang penuh pertanyaan dan jawaban yang tidak memuaskan.

Membaca tulisan yang masih berputar di alam bawah sadar ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari bahasa ilmiah, tetapi paling tidak dapat membuat kita tersenyum atau barang kali membuat kita cemberut, agar dalam diri kita terdapat beragam warna yang menghasilkan sentuhan-sentuhan yang bisa kita nikmati dalam menjalani hidup yang semakin beragam di tengah-tegah kehidupan masyarakat.

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang mengatasi Islam sesat, terlebih dahulu secara bijak apabila kita bertanya dulu kenapa ada Islam sesat?….pertanyaan di atas mengusik pikiran kita sebab di butuhkan jawaban dalam memahami dan menafsirkan dalam wilayah kesesatan seseorang, apalagi kita mengetahui bahwa dalam diri manusia punya beragam persoalan yang kompleks, sehingga muncul sebuah kesesatan yang dimiliki manusia dalam memahami dan menafsirkan Islam.

Muncul tentang Islam sesat tidak lepas dari kejiwaan seseorang maupun pikiran seseorang dalam memahami secara memaksakan diri sesuai dengan kebutuhan individu tanpa melihat apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, berakar dari pemahaman dan penafsiran yang jauh dari substansi agama Islam yang berlandaskan sesuai dengan ajaran yang di bawa nabi Muhammad, dari situlah timbul benih-benih kesesatan yang tidak dapat di hindarkan, sebab sebagai manusia tentu sangat menyadari bahwa kita sangat lemah memahami apa itu Islam, sehingga terkadang kesesatan itu muncul dalam diri seseorang dengan berakar ketidak tahuan secara lengkap tentang Islam itu sendiri, kalau mungkin mengetahui itu hanya sebatas secara sepotong-sepotong tentang ajaran Islam, tetapi sudah menyimpulkan yang membikin seseorang menuju ketersesatan dalam memahami Islam.

Dari pertanyaan di atas muncul pertanyaan lagi apakah boleh Islam sesat itu ada?…..Sebenarrnya pemahaman Islam sesat sudah sejak zaman kenabian sudah ada, mulai dari nabi palsu sampai orang murtad yang keluar dari jalur ajaran Islam. Menanggapi pertanyaan boleh apa tidak Islam sesat kalau di lihat dari agama Islam tentu itu merupakan salah satu bentuk peghujatan yang harus di hentikan sesegera mungkin, tetapi kalau di lihat dari sisi lain itu semua di serahkan pada Individu mau pilih sesat atau tidak, perlu di ingat juga selain kebebasan individu ada juga kebebasan sosial dalam menafsirkan boleh apa tidak Islam sesat itu ada, sebab terkadang individu mengatakan boleh, tetapi masyarakat mengatakan tidak boleh. Disinilah di perlukan bentuk tepa selira (tenggang rasa) dalam hidup bermasyarakat dan tentu tidak boleh semaunya sendiri, karena lingkungan tidak hanya di miliki secara individu, namun milik seluruh masyarakat yang hidup dalam lingkungan tersebut.

Kembali lagi ke pertanyaan apakah Islam sesat itu termasuk Islam atau bukan?…Kalau di analisa secara sederhana nama sesat sudah keluar dari ajaran Islam, berarti tidak termasuk dalam wadah Islam, tetapi kalau di lihat dari sisi lain Islam sesat merupakan wajah Islam yang pemahaman dan penafsirannya di luar ajaran Islam yang berlaku secara normatif.

Muncul lagi pertanyaan bahwa Islam sesat itu punya tujuan apa tidak?…Kalau di lihat dari ajaran tentu mempunyai tujuan merusak Islam atau mungkin tujuan berbentuk lain, tetapi kalau di lihat dari sudut yang berbeda mungkin bisa saja secara alamiah muncul dengan sendirinya tentang Islam sesat dalam diri seseorang dalam memahami tentang keislaman tanpa tujuan hanya sebatas gerak alam bawah sadar.

Pertanyaan yang terakhir adalah bagaimana cara mengatasi Islam sesat?…Terlebih dahulu kita tinjau dari psikis seseorang apakah dia sudah mengidap sakit jiwa atau dia sebenarnya waras dan sadar apa yang dia perbuat, maka di perlukan obat yang mujarab untuk mengobatinya.

Kalau jiwa yang sakit maka secepatnya pergi kedokter jiwa minta di antar teman atau keluarga, syukur-syukur bisa datang sendiri dan memberi tahu apa sebab musabab sampai bisa sedemikian rupa penyakit yang di alami seseorang dalam memahami dan menafsirkan Islam, tetapi kalau penyebab di karenakan Iman yang tipis mungkin belajar ke seseorang yang pandai tentang ilmu agama Islam yang benar, agar mendapatkan pencerahan batin dan ketenangan jiwa.

Penyakit ajaran Islam sesat ini kalau terjadi di karenakan terkena sebangsa makhluk halus bisa jin atau syetan, secepatnya pergi ke orang pandai yang mengetahui tentang penyakit yang sedang di alami sang pasien, agar rasa sakit yang di alami secepat mungkin bisa sembuh.

Selanjutnya apabila yang sakit karena fisik yang mengakibatkan menjadi Islam sesat, secepatnya pergi kedokter dan minta obat penyembuhan rasa sakit fisik, sebab bisa saja rasa sakit yang di alami seseorang yang punya pandangan Islam sesat di karenakan telah terjadi kehilangan otak yang dimiliki atau mungkin bisa juga karena otak tinggal separuh, Dari beberapa kemungkinan tadi mungkin juga ada organ-organ tubuh yang tidak berjalan dengan wajar, sehingga menimbulkan kesesatan dalam memahami Islam.

Fenomena Menghujat Islam


by: Khoirul Taqwim

Sebelum membaca tulisan ini penulis mengajak kepada sahabat-sahabat dan para pembaca untuk melonggarkan pikiran maupun jiwa terlebih dahulu, agar dalam memahami berita ghaib ini kita dapat lebih nyaman tidak terlalu tegang dan merasa di sudutkan, tetapi kita dapat berjalan bersama dalam satu proses berusaha membangun jiwa dan pikiran kita sebisa mungkin tanpa embel-embel kepentingan terselubung.

Melihat dari perjalanan sejarah Islam permasalahan penghujatan sejak dahulu sudah ada, untuk itu jangan kaget bagi umat Islam kalau ada sebagian pikiran manusia yang punya pandangan ekstrim tentang Islam, bahkan penulis mengakui sejak awal mula nabi Muhammad menyebarkan ajaran Islam itu sudah terjadi penghujatan yang begitu dahsyat, kalau di lihat konteks sejarah ternyata penghujatan Islam itu lebih parah di zaman dahulu kala pada waktu nabi turun. Lalu yang menjadi pertanyaan besar apakah menghujat Islam itu salah atau benar?……….Dari pertanyaan itu diperlukan pemahaman tentang hak individu dan hak sosial, agar seimbang dalam menafsirkan suatu permasalahan, karena bagaimanapun juga hakikat manusia itu sebagai makhluk individu dan ternyata juga sebagai makhluk sosial.

Beberapa hari ini kita sering mendengarkan lewat diskusi maupun lewat dunia tulis menulis tentang penghujatan Islam, sebenarnya ada apa dengan fenomena ini?….pertanyaan ini muncul dalam benak penulis, sehingga menimbulkan pertayaan-pertanyaan dan juga berbagai jawaban, apa memang sudah sedemikian parahnya Islam sehingga mereka melakukan penghujatan habis-habisan, bahkan sang penghujat Islam seolah-olah apa yang di lontarkan itu adalah sebuah kebenaran, walau hanya tahu dari ajaran Islam secara sepotong-sepotong tidak komprehensif, tetapi mereka sudah berani menyimpulkan tentang Islam dengan berbagai wajah yang menghujat. Inilah fenomena yang sangat ironis dan menghasilkan sebuah kritik destruktif.

Di era kebebasan berpendapat ini seorang sebebas-bebasnnya mengkritik maupun menghujat apa benar seperti itu?….tetapi kalau penulis mengamati sebaiknya ada namanya kebebasan yang di warnai semangat tanggung jawab penuh dalam melakukan penafsiran dan pemahaman, baik masalah sosial, budaya maupun agama dengan mengangkat tepa selira (tenggang rasa) sebagai warna memahami persoalan yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Menghujat Islam mulai dari perkataan Islam adalah teroris, Islam adalah umat yang gampang marah, Islam adalah tolol atau bentuk-bentuk gambaran lainnya. Berangkat dari situ ada pertanyaan salahkah mereka dengan pemikiran seperti itu?…kalau hemat penulis seharusnya kita sebagai manusia mengedepankan hak sosial tanpa mengingkari hak Individu dalam mengamati suatu permasalahan, bahkan hak sosial seharusnya di tempatkan terlebih dahulu dengan mengangkat nilai tepa selira sebagai bentuk pemahaman dan penafsiran.

Dengan adanya hak sosial merupakan jalan kewajiban sebagai manusia dalam menjalankan keberagaman kehidupan masyarakat, tetapi kalau hak sosial di langgar sudah dapat di pastikan yang ada akan Muncul gesekan, bahkan tidak dapat terhindarkan perang sebagai bentuk jawaban atas pelanggaran sosial.

Pelanggaran hak sosial akan menjadi pemicu konflik baik di wilayah teoritis, bahkan yang lebih berbahaya konflik di wilayah praktis dan tidak dapat di redam kalau tingkat arus bawah sudah tidak terkendalikan dengan adanya penghujatan yang melanggar hak sosial, maka perang atas nama Islam atau atas nama kepercayaan selain Islam akan bergejolak dan membawa perang keyakinan.

Pelanggaran hak sosial sangat berbahaya di banding pelanggaran individu, karena kalau sudah mencakup penghujatan Islam berarti ada pelanggaran sosial dari situ nanti akan ada benih kebencian satu sama lain, sehingga benturan keyakinan akan membawa pecahnya perang yang tidak hanya bersifat individu, namun akan terjadi di wilayah sosial yang tentunya sangat membahayakan kerukunan umat manusia.

Rasio Ternyata Penyebab Perang Agama


By: Khoirul Taqwim


Sebelum membahas rasio ternyata penyebab perang agama terlebih dahulu bagi para pengagum rasionalitas saya ajak untuk menarik nafas sedalam mungkin, agar dalam menerima tulisan ghaib ini dapat mencermati dengan santai dan mampu mencerna tentang sebenarnya apa yang terjadi tentang perang agama yang sering menelan korban harta maupun jiwa.

Kejadian perang agama mulai dari tingkat daerah yang terjadi di maluku, poso, bahkan sampai di tingkat Internasional antara palestina melawan Israel ternyata tidak lepas dari peran rasio yang menjadi penyebab terbesar terjadinya konflik berdarah ini, lalu yang menjadi pertanyaan terbesar adalah: apakah benar rasio yang menyebabkan terjadinya perang agama?....berangkat dari situlah perlu adanya suatu kajian tentang rasio dalam memaknai beragam persoalan tentang agama.

Perang agama yang tejadi di masa lalu maupun saat ini merupakan bentuk penafsiran rasio dalam memahami agama sesuai dengan nalar teoritis maupun praktis yang di miliki setiap individu maupun kelompok, sehingga memunculkan perbedaan dalam menghasilkan suatu tafsir agama, sehingga dari perbedaan itu terjadi bola liar yang tidak dapat di hindarkan yang membentuk benturan antar keyakinan.

Rasio mempunyai peran sebagai alat dalam memahami suatu permasalahan atas keajadian dalam persoalan kehidupan beragama, sehingga rasio sangat dominan menjadi penentu perang atau tidaknya dalam kehidupan beragama, berangkat dari argumen itulah berarti terjadinya perang agama akhir-akhir ini tidak lepas dari yang namanya rasionalitas.

Pemicu perang agama di karenakan rasio ekstrim dengan ambisi berlomba-lomba merasionalkan agama sebagai cara menunjukkan superioritas dalam diri agama masing-masing baik secara individu maupun kelompok, sehingga memunculkan gesekan sosial yang terus terjadi dalam kehidupan masyarakat, karena dari situlah muncul keinginan sebagai individu maupun kelompok yang paling kuat di antara satu sama yang lain.

Keberadaan rasio manusia dalam memahami beragam persoalan tidak lepas dari yang namanya hukum rimba yang mempunyai ambisi ingin saling mengalahkan satu sama lain, sehingga memunculkan keinginan berkuasa dari kelompok agama satu dengan menguasai kelompok agama lainnya.

Hakikat rasio manusia sebenarnya ingin berkuasa, berangkat dari hakikat rasio itulah segala cara apapun di lakukan sebagai jawaban dalam meraih kemenangan sebagai petarung rasio sejati, sehingga dari hakikat rasio itu dapat di tarik kesimpulan bahwa rasio manusia ingin paling berkuasa di antara yang lain, kalau ini muncul dalam tatanan keberagaman agama, sudah dapat dipastikan yang ada benturan agama yang saling ingin menjatuhkan agama satu sama yang lain.

Melihat dari beberapa gambaran yang sudah di paparkan tadi dapat di kerucut penyebab terjadinya konflik agama disebabkan keberagaman rasio pembenaran diri tanpa melihat pendapat yang lain dengan arif dalam memahami agama dan juga memposisikan suatu agama tetapi keduanya tidak sejalan dalam pemaknaan, sehingga yang terjadi adalah benturan rasio satu sama lain yang tidak terhindarkan disinilah awal benih perang agama yang jauh dari tepa selira (tenggang rasa) dalam kehidupan beragama.

Penyebab perang agama selain argumen di atas, karena di sebabkan adanya benturan dalam rasio teoritis dengan rasio praktis dalam menyikapi agama tidak sejalan, sehingga keduanya gagal dalam menyikapi tepa selira dalam beragama, sehingga dari situlah nanti timbul perang antar agama dalam kehidupan masyarakat.

Kalau kita simpulkan sementara penyebab perang agama karena rasio ekstrim yang menjadikan saling hujat menghujat satu sama lain, berangkat dari situlah terjadi penyakit rasionalitas yang sudah kronis, sehingga penyakit tersebut mewabah dalam kehidupan masyarakat beragama yang di sebabkan kesehatan rasio sudah terganggu dalam kehidupannya.

Maksud dari tulisan di atas hanya sebagai penyeimbang dan kontrol atas rasionalitas, karena penulis sering mendengar tuduhan rasionalitas kalau yang menyebabkan perang agama adalah ajaran yang tidak tepat dalam agama itu sendiri, tetapi penulis memberikan tanggapan yang berbeda bahwa penyebab perang agama di karenakan rasio manusia dalam memahami ajaran agama terlalu dangkal, sehingga perang tidak dapat di hindarkan dalam kehidupan masyarakat beragama.

Agama Mengkritisi Rasio


by: Khoirul Taqwim

Penulis sering sekali mendengar tentang rasio mengkritisi agama, bagi kelompok yang setuju dengan rasio tentunya itu dianggap sebagai pencerahan. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar rasio membawa pencerahan?...pertanyaan itulah yang menjadi bola liar untuk di diskusikan, sebab melalui pengamatan penulis kalau kita memahami agama hanya sebatas menggunakan rasio, kemungkinan besar belum lengkap dalam memahaminya.

Berangkat dari pengamatan di atas penulis mencoba memainkan bahasa dengan cara membalikkan, sehingga menjadi bahasa agama mengkritisi rasio, penulis mengangkat judul itu agar terjadi keseimbangan dalam mengamati persoalan, sebab kalau menegasikan keberadaan jiwa tentunya hasil dari pengamatan akan kurang tepat dalam menyikapi suatu permasalahan. Sebenarnya penulis dulu juga salah satu pengagum rasionalitas, tetapi kalau berpikir ulang ternyata terlalu dangkal kalau hanya memahami agama sebatas menggunakan rasio, karena disitu ada jiwa yang harus di ajak urun rembug (musyawarah) dalam memahami suatu persoalan.

Mengamati keberadaan agama akhir-akhir ini sering sekali mendengar agama menjadi kepentingan rasio yang di paksakan, dengan mulai yang paling sederhana sampai yang sulit di analisa kemana arah pembicaraan mengenai alur agama, bahkan yang terjadi cenderung dialog yang mengarah debat kusir (diskusi yang tidak ada ujung) antara satu sama lain dalam mempertahankan argumen yang di anggap sebuah kebenaran.

Sebagian manusia ada yang begitu kuat tentang ke ingin tahuannya yang mendalam mengenai agama, maka mereka ada yang mencari lewat rasionalitas yang dianggap akan menemukan sosok apa yang menjadi mimpi mereka tentang pengetahuan agama tersebut, maka mulailah mengkritik destruktif tentang ayat-ayat suci yang dianggap sebagai dongeng belaka, bahkan nabi adam sebagai orang pertama di dunia dianggap sesuatu kejadian yang belum pasti.

Sebenarnya kalau bicara masalah kritik agama sudah begitu lama otak manusia mengkritik agama secara habis-habisan, sebagian ada yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah evolusi dari animisme dan dinamisme, sehingga muncullah agama-agama wahyu yang di anut sebagian besar umat manusia.

Sejarah menunjukkan bahwa sejak dulu kala ada sebagian manusia yang mendeklarasikan diri sebagai paham atheis, karena mereka menganggap bahwa agama tidak dapat menampung apa yang ada dalam rasio yang di pahaminya, sehingga muncul berbagai slogan diantaranya: agama itu sudah mati dan juga ada yang mengatakan agama itu candu, peristiwa itu sungguh memprihatinkan bagi jiwa-jiwa yang sudah meyakini kebenaran agama secara mutlak.

Masyarakat rasional atheis inilah yang nantinya menyerang dan menyudutkan keberadaan agama dengan sesuka otaknya, melihat dari situ dapat di tebak yang ada hanya gudang rasio dalam mencaci agama secara nalar destruktif. karena semua tidak lepas berdasarkan kepentingan rasio dari segelintir orang yang mengatakan diri masih dalam tahap pencarian, sebenarnya sebuah keyakinan kalau tidak di publikasikan secara terbuka yang bersifat menghujat satu sama lain, maka tidak akan menjadi persoalan publik. apabila atas dasar tepa selira (tenggang rasa) yang di angkat sebagai substansinya, tetapi dengan mengatasnamakan liberal (kebebasan) berpendapat seluas-luasnya tanpa menghargai keberadaan pemeluk agama lain, keadaan itulah nanti menjadi benih yang tumbuh dan terus berkembang menjadi sebuah konflk benturan keyakinan.

Kalau melihat dari sudut pandang kerusakan alam saat ini lebih cenderung diakibatkan rasional buta yang mengarah segala sesuatu di halalkan dari situlah kerusakan sebenarnya dalam kehidupan masyarakat, seperti terjadinya perang nuklir, pencemaran udara dan masih banyak lagi yang dihasilkan rasio dalam menciptakan sebuah kerusakan, sehingga penulis sangat menyadari apa yang dimiliki rasio ternyata punya keterbatasan yang begitu besar.

Maksud dari tulisan di atas bahwa segala sesuatu punya habitat sendiri-sendiri, kalau rasio bisa memahami ilmu pengetahuan dan sejenisnya, namun ternyata rasio juga tidak mampu memahami segala di luar alamnya, seperti memahami kehidupan setelah kematian secara tuntas.

Tulisan di atas bukan bermaksud merendahkan rasionalitas, tetapi agar kita selalu sadar bahwa rasio manusia penuh dengan keterbatasan dalam memahami misteri-misteri alam dan misteri yang ada dalam diri kita sendiri, sehingga segala sesuatu di kembalikan pada alam masing-masing dalam memahami segala persoalan yang ada, agar tidak terjadi penghakiman dan merasa bahwa rasio adalah segala-galanya, sebab semua ternyata punya alam masing-masing dalam memahami banyak hal.

Desa Melawan Barat


by: Khoirul Taqwim

Mengambil judul desa melawan barat penulis menyadari ini adalah suatu tulisan yang agak terlalu nekat, bagaimana tidak barat adalah sosok raksasa ilmu pengetahuan yang di gandrungi banyak cendekiawan dan para pelajar yang mengedepankan rasionalitas, tetapi saat ini ternyata mau di lawan masyarakat dari desa dengan hanya membawa analisa yang sangat sederhana.

Masyarakat desa sering menjadi kebijakan dari para penggagas liberal barat yang tidak adil dan menjadi penghakiman para pemikir barat yang selalu mengatakan konservatif ( tertutup ), klenik, fanatik buta, fundamentalis tradisi, bahkan lebih ironis lagi masyarakat desa di anggap manusia yang berkepala tidak rasional dan masih banyak lagi anggapan-anggapan miring lainnya, berdasarkan dari beberapa anggapan tadi maka penulis harus berani membantah bahwa itu tidak benar kalau kita mau memahami kehidupan secara universal dan juga memahami ilmu secara menyeluruh, tidak hanya secara sepotong-sepotong dalam menafsiri tentang kehidupan.

Barat sungguh menghebohkan dengan gagasan rasional yang di agungkan sebagai kebenaran absolut dalam menyikapi keberagaman permasalahan sosial, budaya, bahkan agama tak luput dari serangan para pemikir barat, agar di sesuaikan dengan gagasan mereka yang dianggap lebih tepat di banding kehidupan masyarakat desa yang jauh dari kehidupan rasional liberal.

Masuknya paradigma pemikiran barat muncul dari kelompok-kelompok yang mengklaim dirinya sebagai liberal dengan sifat rasional yang di usungnya, sehingga para pemikir barat dan duta-dutanya mempunyai pandangan bahwa segala sesuatu harus di ilmiahkan dan masuk akal tentang kehidupan sosial, budaya, dan agama, tetapi yang menjadi permasalahan mereka tidak menemukan titik terang yang ada dalam kehidupan masyarakat desa dengan kehidupan titen (kebiasaan) dalam menyikapi persoalan, berangkat dari situlah terjadi benturan antara tradisi sehari-hari masyarakat desa dengan pengetahuan liberal barat.

Sebagian para pelajar yang gemar dengan membaca buku-buku pemikiran barat banyak sekali yang terobsesi bahwa barat adalah kebenaran, sedangkan pemikiran selain barat di anggap tidak tepat, karena berangkat dari anggapan itulah mereka selalu menggunakan akal liberal dalam menyikapi permasalahan, walaupun terkadang terkesan di paksakan dalam mengikuti zaman yang terus berubah sesuai dengan pemahaman mereka, sehingga sudah dapat di pastikan dengan semangat rasional yang berlebihan mereka mengusung bahasa penyegaran sosial, budaya, bahkan agama di tafsiri sesuai dengan kepentingan logika mereka tanpa mengetahui gagasan yang berseberangan dan juga tidak melihat fakta di lapangan.

Peristiwa di atas menimbulkan budaya menghujat satu sama lain segera di mulai dengan menyerang pranata sosial yang dianggap kaku dan konservatif, maka mereka berlomba-lomba melakukan gebrakan pemikiran dengan cara pembebasan sosial dalam kehidupan masyarakat desa yang di anggap jauh dari kehidupan rasional liberal, untuk itu mereka mulai bergerilya dengan menyerang karakter budaya kearifan lokal masyarakat desa yang mereka anggap sebagai budaya klenik yang harus di tata sesuai dengan logika barat dan kalau bisa di tiadakan pola kehidupan lokal yang bersifat titen ( kebiasaan) yang jauh dari kehidupan barat yang serba bebas, maka mereka mulai mencari cara mengganti kebiasaan masyarakat desa dengan gagasan liberal yang sesuai dengan akal dan nalarnya.

Lebih parah lagi agama tak luput dari kritik destruktif, sehingga keyakinan yang di anut masyarakat desa harus segera di telanjangi berdasarkan pemikiran liberal mereka, berangkat dari dorongan liberal itulah mereka terus berupaya sebebas-bebasnya melakukan penghakiman masyarakat desa yang di anggap jauh dari sikap para pengusung ide barat dengan liberal dan sejenisnya.

Sasaran utama masyarakat barat adalah para mahasiswa yang berada di campus-campus untuk di ajak kebingkai pemikirannya, agar segala sesuatu di rasionalkan tidak perduli itu masalah surga neraka, bahkan Tuhan sekalipun mereka mencoba mencari lewat akal yang di paksakan, berangkat dari situlah dapat di ketahui hasilnya segala sesuatu apabila di paksakan maka yang ada hanya bersifat destruktif dan tidak mempunyai sifat konstruktif. Sebenarnya kalau pemikirannya untuk diri dan keyakinan yang di jalani tanpa menghakimi yang berbeda, kemungkinan besar tidak akan menjadi masalah publik, tetapi kalau sudah di publikasikan tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan peradaban dan budaya yang tidak dapat di hindarkan.

Pemikiran barat dan duta-dutanya tidak jarang gagasannya selalu mengarah menghujat tentang keberadaan keyakinan masyarakat secara luas, khususnya masyarakat desa yang sering di pandang dengan sebelah mata, berdasarkan dari sikap dan cara pandang itulah yang menimbulkan desa melawan barat.

Desa menolak cara pandang barat yang kaku dan ekstrim dalam menyikapi permasalahan yang cenderung bersifat materialisme yang mengarah imperialisme ekonomi, sosial maupun budaya tak terelakkan, sebab harus di akui manusia tidak hanya bersifat materi jasad, namun materi jiwapun juga ada dalam kehidupan manusia, sehingga semua permasalahan sosial, budaya, bahkan agama tidak semua menggunakan rasionalitas, karena manusia begitu kompleks sesuai dengan alam dan paradigma pemikiran masing-masing dalam memaknai tentang segala persoalan yang muncul.

Catatan yang perlu di ingat buat para pemikir barat dan duta-dutanya, sebenarnya kalau kita mau memahami duduk permasalahan secara bijak dan arif tentang keberadaan masyarakat desa bahwa melihat segala sesuatu tidak harus dengan rasioanal barat, sebab perbedaan alam dan wilayah inilah yang membedakan antara barat dan desa, sehingga budaya liberal yang bersifat menghujat tidak tepat di arahkan dalam kehidupan masyarakat desa.

Kondisi alam membentuk perbedaan cara pandang dan menafsiri kehidupan, sebab masyarakat desa lebih mengangkat dengan bentuk dan karakter tepa selira (tenggang rasa) sebagai salah satu tatanan kehidupan, bukan dengan paradigma pemikiran liberal dan sejenisnya yang cenderung bersifat destruktif apabila di terapkan di tengah-tengah keberadaan masyarakat desa.

Masyarakat Tradisional Menjawab Liberal Dari Barat


by: Khoirul Taqwim

Keberadaan masyarakat tradisional kian hari menjadi bahan penghakiman sekelompok yang mengatas namakan diri sebagai paham liberal yang berdalih bahwa yang menjadi penghambat kemajuan masyarakat adalah sifat-sifat yang tidak rasional yang di arahkan pada paham yang tidak sesuai dengan pola pikir mereka yang menganggap segala sesuatu harus di logiskan dengan ide-ide mereka yang cenderung barang impor yang di paksakan.

Sebenarnya kalau berangkat atas nama keadilan bisa saja pandangan itu dapat di terima, tetapi kenyataannya ide liberal yang ada saat ini lebih cenderung mengarah penyudutan terhadap masyarakat tradisional yang dianggap klenik dan tidak masuk akal, padahal kalau kita mau menghormati perbedaan pandangan tradisi sebagai bentuk bagian dari keberagaman yang harus di tempatkan dalam posisi kesamaan, bukan malah penghakiman yang menganggap tradisi masyarakat yang jauh dari rasionalitas barat dianggap menyimpang dari kebenaran akal.

Pembenaran diri tanpa melihat sesuatu yang mengakar tentu akan menyebabkan pola pemikiran yang cenderung parsial, sehingga tidak dapat mencari solusi secara bijak dalam mengambil suatu kesimpulan dan dapat dipastikan yang ada hanya bentuk penghujatan dengan menganggap segala yang ada tidak sesuai dengan rasionalitas , maka akan dianggap konservatif dan kaku.

Kondisi tersebut di anggap keadaan yang harus di luruskan, tetapi tidak melihat itu bagian dari eksistensi keberagaman yang dibangun atas dasar keyakinan suatu golongan masyarakat tertentu yang wajib di hormati keberadaannya.

Sebenarnya telah lama masyarakat tradisional di bungkam dengan Ilmu barat yang cenderung mengarah penghakiman terhadap masyarakat pribumi, bahkan mereka menghakimi sepihak terhadap masyarakat tradisionalis dengan anggapan bahwa masyarakat tradisionalis mempunyai paradigma pemikiran yang konservatif (tertutup), punya pola pandangan yang sempit dan lain sebagainya. padahal mereka lupa bahwa masyarakat tradisionalis lebih mengedepankan kearifan lokal dengan bentuk tepa selira (tenggang rasa) yang diambil dari masyarakat jawa bukan mengambil liberal dan sejenisnya yang cenderung sebagai alat untuk menyudutkan masyarakat pribumi.

Saat ini yang menjadi pertanyaan terbesar adalah kenapa para pemikir barat dan antek-anteknya mempunyai pandangan seperti itu tanpa melihat keakar permasalahan dalam menyikapi masyarakat tradisional yang ada, tidak lain dan tidak bukan mereka mempunyai kepentingan yang terselubung yaitu sumber daya alam itulah incaran mereka dalam menggalakkan ide-ide liberal yang dipaksakan tanpa melihat kondisi masyarakat sebenarnya.

Para pemikir rasional liberal yang seolah-olah sebagai juru penyelamat, padahal itu adalah tipu daya dari bangsa barat dengan mengirim duta-duta pelajar (para peneliti) untuk memperdaya para mahasiswa dengan mengajak kebingkai paradigma pemikirannya yang seolah-olah maju dengan liberal dan sejenisnya, itu adalah kesalahan besar sebab sesungguhnya mereka ingin membuka masyarakat tradisional agar terbuka dan mudah mengeksploitasi sumber daya alam dan akan menjadikan sebagai tempat pembuangan akhir pemikiran barat yang di negaranya sendiri tidak digunakan.

Keberadaan paradigma tradisionalis sebagai bentuk jawaban untuk para pemikir liberal yang katanya sebagai juru penyelamat, tetapi kenyataannya cenderung menghakimi masyarakat pribumi itu sendiri, dengan bahasa menyudutkan jika tidak sesuai dengan rasional para pengusung liberalisme.

Dari tulisan di atas dapat di kerucut dengan kesimpulan bahwa jalan membentuk kebebasan yang di bangun dengan merusak keyakinan masyarakat tradisional melalui pembenaran diri (pencucian otak) atas nama kebebasan ala liberal yang jelas-jelas dari bangsa barat dan sekutunya merupakan proses imperialisme gaya baru yang di bangun atas dasar idiologi mereka yang dipaksakan dengan cara penghakiman eksistensi kearifan lokal yang ada saat ini.

Pergeseran Budaya Lebaran


By: Khoirul Taqwim

Zaman mulai terus berjalan seiring waktu yang terus berubah, sehingga mengakibatkan berbagai perubahan kebiasaan masyarakat kota, bahkan saat ini masyarakat desa juga mengalami pergeseran yang disebabkan arus globalisasi yang membentuk budaya masyarakat yang terus mengarah menuju perubahan, salah satu faktor utama disebabkan informasi dan komunikasi yang membentuk perubahan tersebut.

Menyimak budaya masyarakat yang terjadi di zaman buyut dan bapak ibu kita tentunya masih bisa menemui budaya lebaran yang alami (sesuai dengan kondisi waktu itu) dalam menyambut hari lebaran, karena belum terbentuk arus teknologi seperti saat ini yang terus mengembangkan sayap dalam kehidupan masyarakat secara luas, sehingga muncul perberbedaan sembilan puluh derajat dengan budaya sekarang ini yang penuh konsumerisme tinggi dan ketergantungan kita terhadap komunikasi dan informasi yang mengakibatkan munculnya perbedaan budaya yang mencolok antara masyarakat di waktu dahulu kala dan saat ini, yang menjadi pertanyaan besar adalah menuju kebudayaan yang progress atau malah terjebak dalam kebudayaan yang destruktif?…

Sebenarnya segala sesuatu ada manfa’atnya dan ada tidaknya tinggal bagaimana kita melihat sisi perubahan tersebut, sebab dengan adanya alat informasi dan komunikasi memudahkan kita terhubung agar lebih efesien dan efektif dalam menjalin hubungan, khususnya di waktu lebaran dalam bersilaturahmi antar keluarga yang jauh, dan teman yang jauh juga lebih cepat untuk meminta ma’af di saat lebaran datang, tetapi di satu sisi lain juga menghilangkan nilai religius kebersamaan apabila keluarga yang jaraknya dekat, tetapi hanya melalui sms atau media jejaring sosial, sehingga sudah dapat di pastikan nilai kedekatan yang dirasakan akan berbeda antara dunia nyata dengan dunia maya dalam menjalin silaturahmi.

Pergeseran budaya lebaran yang mencolok di sebabkan dengan adanya arus informasi dan komunikasi, sehingga membawa dampak yang besar terhadap perubahan dalam budaya masyarakat secar luas, sebab segala sesuatu membentuk budaya pragmatisme yang lebih mengarah menuju kemudahan, kalau zaman dahulu silaturahmi membentuk budaya dari pintu kepintu yaitu dengan cara datang ke rumah keluarga, teman dan tetangga, tetapi saat ini silaturahmi cukup duduk di depan computer (jaringan internet) semua sudah terhubung komunikasi, tinggal kita mengucapkan mohon ma’af lahir dan batin, ada yang lebih praktis lagi cukup lewat HP sms atau telepon, inilah bentuk budaya baru dalam menyambut lebaran yang merubah budaya zaman kakek-kakek kita dan juga bapak ibu kita dengan adanya revolusi informasi dan komuikasi, sehingga dengan adanya arus informasi dan globalisasi yang semakin deras inilah salah satu yang menyebabkan perubahan budaya lebaran, jadi perubahan cara silaturahmi saat ini mengarah keranah dunia maya dan dunia komunikasi yang lebih efesien dan praktis di banding zaman dahulu kala.

Lebaran merupakan bentuk temu silaturahmi antar keluarga, tetangga dan juga teman, tetapi saat ini ada sebagian masyarakat yang menyambut lebaran dengan bentuk berwisata (mencari hiburan di luar silaturahmi), biasanya ini di dominasi para kaum muda, bahkan muda-mudi sebagai bentuk budaya baru, sehingga sudah dapat dipastikan dalam menyambut lebaran biasanya masyarakat yang punya tipe ini berbondong-bondong memenuhi tempat pariwisata yang menyediakan hiburan, dari situlah terdapat pergeseran sebagian masyarakat dalam memaknai lebaran di satu sisi ada yang mencari hiburan sebagai bentuk budaya lebaran dan di sisi lain ada yang masih mempertahankan bentuk budaya silaturahmi, dan ada juga sebagian yang mengikuti budaya keduanya.

Kalau melihat dari uraian di atas yang menjadi pertanyaan terbesar dalam pergeseran budaya lebaran tersebut mengarah membentuk perubahan positif atau negatif? tentunya semua jawaban dikembalikan pada niat diri masing-masing, kalau kita melihat di sisi positifnya bahwa perubahan membentuk pola pikir yang cepat dan hemat energi, karena jarak yang jauh bukan menjadi penghalang untuk menjalin silaturahmi, tetapi kalau melihat sisi negatifnya akan dapat menghilangkan budaya sungkem (silaturahmi antar pintu kepintu), tentunya akan mejauhkan masyarakat dengan dunia nyata, tetapi lebih mengarah menuju dunia maya, sehingga mengurangi rasa hormat kepada yang lebih tua kalau di lihat budaya masyarakat yang masih berpegang budaya sungkem.

Sebelum mengakhiri tulisan sederhana ini, semoga saja pergeseran budaya mampu menjadi sebuah rekonstruksi budaya baru yang lebih memanusiakan manusia, bukan malah menjauhkan diri dari nilai-nilai manusia itu sendiri, kami hanyalah hamba yang penuh kekurangan Ilmu, dan segala yang ada di alam raya ini adalah milik Allah, dan Allah maha tahu, dan juga maha sempurna pengetahuanNYA.

Perang Adalah Rahmat


By: Khoirul Taqwim

Ketika membaca tentang perang sadar atau tidak sadar pikiran kita secara langsung melayang jauh akan terjadinya dampak yang destruktif (merusak), sebab dengan adanya perang tak dapat di pungkiri akan terjadinya hilangnya nyawa, harta benda dan akan terjadi banyak janda-janda dan anak-anak yatim dan masih banyak lagi yang berdampak negatif dari peperangan tersebut, tetapi sebenarnya ada sisi positif dalam perang jika kita mau memahami secara universal.

Sebelum lebih jauh kita membahas tentang perang adalah rahmat, lebih bijaknya kalau kita terlebih dahulu memberikan pengertian perang yaitu sebuah aksi fisik dan non fisik antara dua kelompok atau lebih untuk melakukan dominasi di suatu tempat yang dipertentangkan.namun secara umum perang merupakan pertentangan antar kelompok dalam melakukan suatu gerakan dan yang menjadi penyebab perang adalah adanya perselisihan ideologi yang di pengaruhi sarat kepentingan, keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan, perebutan sumber daya alam di suatu tempat, dan masih banyak lagi yang menyebabkan adanya peperangan.

Perang sudah menjadi ruh sejarah manusia dari generasi ke generasi dalam menjalani hidup, sehingga sejak dahulu kala sampai generasi saat ini kita tak lepas dari generasi yang bebas dari perang, jadi wajar apabila kita selalu melihat perang di belahan dunia, tentunya dari situ akan ada reaksi yang mendukung perang maupun yang menolak adanya peperangan, itulah bentuk keberagaman manusia dalam menafsiri perang, tetapi yang pasti perang sudah menjadi watak manusia dalam berkompetisi, untuk itu perang yang punya nilai rahmat di butuhkan pemikiran yang dalam, sebab tidak semua perang adalah rahmat bahkan perang juga membawa bencana kalau kita tidak memahami perang yang punya nilai kemanusiaan. lalu yang menjadi pertanyaan besar adalah perang yang seperti apa yang mempunyai nilai rahmat? pertanyaan inilah yang nantinya membawa kita dalam pembahasan yang lebih mengkerucut.

Perang yang punya nilai rahmat adalah ketika perang tersebut mengarah menuju tercapainya masyarakat yang damai, adil, makmur dan sejahtera, sehingga terjadinya perang adalah bentuk perwujudan pembebasan masyarakat dari suatu cengkeraman penjajahan, dari peristiwa tersebut kita punya kewajiban perang sebagai tanggung jawab memerdekakan manusia dalam melakukan rekonstruksi di segala aspek kehidupan masarakat, agar terjadi kehidupan yang lebih beradab dan jauh dari sifat kemunkaran. Adanya perang merupakan bentuk efesien dan efektif dalam melakukan sebuah gerakan perlawanan, dalam agama Islam tidak pernah mengajarkan peperangan selain untuk tujuan pembebasan; yaitu: pembebasan dari berbagai bentuk penindasan, diskriminasi dan tindakan melanggar HAM, dan lain sebagainya. Dalam sejarah Islam menegaskan bahwa tentara Islam masuk ke Mesir dengan tujuan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, bahkan di negara kita sendiripun perang juga pernah terjadi saat memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dalam mengusir penjajahan yang menindas masyarakat pribumi.

Jadi ketika perang dikatakan rahmat apabila sesuai dengan nilai kasih sayang dan peduli pada penderitaan orang lain, jika perang yang terjadi tidak punya nilai demikian berarti perang tersebut tidak dapat di katakan rahmat, tulisan singkat ini merupakan ulasan sederhana dalam memahami perang adalah rahmat, agar kita dapat mengambil hikmah dari suatu peperangan dengan arif dan dapat mencapai sifat terpuji dalam diri kita, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk kebenaran dengan anugerah dan kemuliaanNYA.

KEBIJAKAN JARINGAN ISLAM TRADISIONAL DALAM MENYIKAPI TRADISI

by: Khoirul Taqwim


Kebijakan JIT dalam menyikapi tradisi pribumi lebih mengedepankan tepa selira (tenggang rasa), sebab bagimanapun juga tradisi merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan dan dimajukan, kita sebagai anak bangsa yang sudah seharusnya berusaha semaksimal mungkin menjaga dan memajukan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat, agar tercipta nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat pribumi yang lebih arif dan bijak, sehingga tradisi pribumi mampu lebih progress dalam mengarungi kehidupan zaman, dan tradisi pribumi agar tidak tergantikan oleh tradisi barat maupun bangsa lain yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.

Sebelum memberi pandangan tentang kebijakan JIT terhadap tradisi, terlebih dahulu memberikan pengertian tentang tradisi itu sendiri, agar dapat memahami apa itu Tradisi ? pengertian tradisi yaitu: gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun. Dan tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.

Pandangan Jaringan Islam Tradisional tentang kehidupan bermasyarakat, tidak hanya ekspresi syari’ah yang memberikan eksistensi ditengah-tengah keberagaman, tetapi memberikan pandangan tentang eksistensi diberbagai sistem sosial, dan pandangan JIT lebih kompleks tentang kehidupan sosial, yaitu merupakan ekspresi nilai-nilai Islam dengan nuansa yang luas dan target yang lebih jelas.

Nilai-nilai tradisi masyarakat diantaranya: Kerjasama atau Tolong menolong diantara sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nilai-nilai yang agung (mulia) yang sudah lama berjalan didalam kehidupan masyarakat tradisional.

Masyarakat tradisional secara nyata membentuk tatanan atas dasar pandangan hidup tepa selira sebagai wujud menuju keadilan sosial, tanpa menghakimi kelompok-kelompok lain yang berseberangan dengan pemikirannya, sebab kebhinekaan merupakan bagian jati diri bangsa yang harus dijaga dan di hormati.

Masyarakat tradisional tidak menyukai adanya keserakahan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil (monopoli) kekayaan yang ada dalam masyarakat pribumi, apalagi terjadi adanya pembunuhan tradisi yang dianggap sacral, sebab bagaimanapun itu merupakan khazanah budaya yang diwariskan para leluhur, penolakan tersebut atas dasar memajukan tradisi sendiri di banding memakai tradisi bangsa lain yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat pribumi.

Keadilan sosial merupakan tujuan masyarakat pribumi, agar tercipta keberlangsungan hidup yang lebih layak, untuk itu tradisi yang dibangun masyarakat liberal yang cenderung mengarah kesistem kapitalisme, tentu itu tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pribumi yang lebih menekankan nilai-nilai kemanusiaan, dibanding kepentingan individu yang melahirkan keserakahan dan cenderung mengarah pengingkaran nilai-nilai kemanusiaan yaitu tentang keadilan sosial yang seharusnya dikedepankkan, bukan memperkaya diri tanpa memperdulikan kehidupan masyarakat yang tidak mampu dari segi ekonomi.

Langkah-langkah Kebijakan jaringan Islam tradisional dalam menyikap tradisi yaitu:

1. Mendorong kemajuan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi, dengan cara memberikan perlindungan dari penghakiman budaya luar yang ingin melakukan tindakan destruktif (merusak) tradisi masyarakat, baik dari paham Liberalisme ala barat, maupun Khilafah ala timur tengah atau tradisi-tradisi dari bangsa-bangsa lain yang ingin menjajah dan mengganti Induk dari tradisi masyarakat pribumi.

JIT bagaimanapun juga mengakui keberagaman masyarakat tradisional, oleh sebab itu JIT menentang adanya monopoli tradisi luar yang membahayakan eksistensi masyarakat tradisonal, apalagi mengganti induk keberadaan tradisi masyarakat pribumi, tentu itu merupakan pembunuhan karakter yang sangat membahayakan dalam kehidupan masyakat.

2. Mengembangkan kompetensi masyarakat dengan tujuan agar tercipta tradisi yang lebih maju, dengan menggali tradisi yang sudah ada dalam kehidupan masyarkat, dan agar dapat mengetahui bahwa tradisinya lebih berharga dibanding tradisi bangsa lain yang cenderung tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat pribumi, sebab watak masyarakat sudah mendarah daging dalam kehidupannya, sehingga apabila induk kebangsaan terganti oleh sistem luar yang cenderung menjajah, tentu akan menghilangkan makna tradisi masyarakat pribumi tersebut.

3. Pada dasarnya pemikiran JIT (Jaringan Islam Tradisional) bertujuan untuk memajukan tradisi yang berasal dari pribumi, dengan cara mengelola melalui pengorganisasian dan lebih mengedepankan Fondasi dasar JIT yaitu tepa selira (tenggang rasa) sebagai wujud mengakui adanya perbedaan yang ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat,

4. Membuat pengawasan terhadap tradisi luar yang mencoba merusak tradisi masyarakat pribumi, Liberalisme, teokrasi maupun isme-isme lain yang dipaksakan masuk dalam tradisi pribumi, padahal tradisi tersebut tidak sesuai dengan karakter bangsa pribumi, maka JIT akan menolak Ide-ide luar tersebut.

Tradisi luar yang ada saat ini, baik berangkat dari Liberalisme maupun paham lain yang lebih cenderung menghakimi tradisi pribumi dengan dalil modern maupun religi, yang sebenarnya telah dibelokkan dari kepentingan kemanusiaan, tetapi sudah dimasuki ranah politik kepentingan mereka, tentu itu menyalahi hakikat kemanusiaan masyarakat pribumi.

Paham dari luar yang sering menyesatkan baik dengan cara pendekatan rasio (akal) maupun pendekatan agama, padahal kepentingan mereka adalah politik dan mengambil kekayaan masyarakat pribumi, tentu itu merupakan penjajahan ala masyarakat luar yang seolah-olah menjadi juru penyelamat, padahal mereka menginginkan sumber daya alam dari bangsa pribumi, Liberalisme dan paham Khilafah dianggap menyalahi induk dari adanya kebhinekaan yang di junjung tinggi masyarakat tradisional, sebab tradisi luar tersebut bertentangan dengan jati diri masyarakat pribumi.

Paham liberal maupun khilafah sering menghakimi masyarakat pribumi atas nama politik maupun atas nama lainnya, dengan menuduh konservatif, fundamentalis dan yang lebih parah lagi menganggap sesat dan mengkhafirkan keberadaan tradisi pribumi, JIT tentunya akan menolak keras pandangan yang demikian,

Jaringan Islam Tradisional akan memberikan pendapat tentang tradisi luar yang berusaha merusak eksistensi masyarakat pribumi, sebab cara tersebut sudah melanggar nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dibangun masyarakat tradisional.

Kebijakan Jaringan Islam Tradisional dalam melakukan tindakan manajemen dengan sistem pengawasan merupakan suatu bentuk proses menjaga atau memfilter pemikiran luar yang cenderung merugikan kepentingan masyarakat pribumi, sebab paham luar tersebut mempunyai tujuan mengambil induk dari eksistensi paham masyarakat pribumi.

Keberadaan JIT yakni berusaha memajukan tradisi dengan cara menggali tradisi pribumi itu sendiri yang lebih kreatif dan inovatif, tanpa menghilangkan nilai-nilai tepa selira yang dibangun masyarakat tradisional sejak pendahulu kita, dengan cara melihat dan menggali kondisi masyarakat pribumi, agar tidak hilang nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kehidupan masyarakat tersebut.